Selasa, 14 Februari 2012

Teori Keagenan dan Earning Management

Teori Keagenan



Teori keagenan (Agency theory) merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu manajer, dalam bentuk kontrak kerja sama yang disebut ”nexus of contract”.

NEXUS OF CONTRACT

















Perbedaan “kepentingan ekonomis” ini bisa saja disebabkan ataupun menyebabkan timbulnya informasi asymmetri (Kesenjangan informasi) antara Pemegang Saham (Stakeholders) dan organisasi. Diskripsi bahwa manajer adalah agen bagi para pemegang saham atau dewan direksi adalah benar sesuai teori agensi.
Jensen dan Meckling dalam Isnanta (2008),  menyatakan bahwa teori keagenan mendeskripsikan pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Untuk itu manajemen diberikan sebagian kekuasaan untuk membuat keputusan bagi kepentingan terbaik pemegang saham. Oleh karena itu, manajemen wajib mempertanggungjawabkan semua upayanya kepada pemegang saham. Karena unit analisis dalam teori keagenan adalah kontrak yang melandasi hubungan antara prinsipal dan agen, maka fokus dari teori ini adalah pada penentuan kontrak yang paling efisien yang mendasari hubungan antara prinsipal dan agen. Untuk memotivasi agen maka prinsipal merancang suatu kontrak agar dapat mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak keagenan. Kontrak  yang efisien adalah kontrak yang memenuhi dua faktor, yaitu :
1.    Agen dan pinsipal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen maupun majikan memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak terdapat informasi tersembunyi yang dapat digunakan untuk keuntungan dirinya sendiri
2.    Risiko yang dipikul agen berkaitan  dengan imbal jasanya adalah kecil yang berarti agen  mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya.
Pada kenyataannya informasi simetris itu tidak pernah terjadi, karena manajer berada didalam perusahaan sehingga manajer mempunyai banyak informasi mengenai perusahaan,sedangkan prinsipal sangat jarang atau bahkan tidak pernah datang ke perusahaan sehingga informasi yang diperoleh sangat sedikit. Hal ini menyebabkan kontrak efisien tidak pernah terlaksana sehingga hubungan agen  dan prinsipal selalu dilandasi oleh asimetri informasi. Agen sebagai pengendali perusahaan pasti memiliki informasi yang lebih baik dan lebih banyak dibandingkan dengan prinsipal. Di samping itu, karena verifikasi sangat sulit dilakukan, maka tindakan agen pun sangat sulit untuk diamati. Dengan demikian, membuka peluang agen untuk memaksimalkan kepentingannya sendiri dengan melakukan tindakan yang tidak semestinya atau sering disebut disfunctional behaviour, dimana tindakan ini dapat merugikan prinsipal, baik memanfaatkan aset perusahaan untuk kepentingan pribadi, maupun perekayasaan kinerja perusahaan.
Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri. Pemegang saham sebagai principal diasumsikan hanya tertarik kepada hasil keuangan yang bertambah atau investasi mereka di dalam perusahaan. Sedang para agen disumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan tersebut.
Karena perbedaan kepentingan ini masing-masing pihak berusaha memperbesar keuntungan bagi diri sendiri. Principal menginginkan pengembalian yang sebesar-besarnya dan secepatnya atas investasi yang salah satunya dicerminkan dengan kenaikan porsi deviden dari tiap saham yang dimiliki. Agen menginginkan kepentingannya diakomodir dengan pemberian kompensasi/bonus/insentif/remunerasi yang “memadai” dan sebesar-besarnya atas kinerjanya. Principal menilai prestasi Agen berdasarkan kemampuannya memperbesar laba untuk dialokasikan pada pembagian deviden. Makin tinggi laba, harga saham dan makin besar deviden, maka Agen dianggap berhasil/berkinerja baik sehingga layak mendapat insentif yang tinggi.
Sebaliknya Agen pun memenuhi tuntutan Principal agar mendapatkan kompensasi yang tinggi. Sehingga bila tidak ada pengawasan yang memadai maka sang Agen dapat memainkan beberapa kondisi perusahan agar seolah-olah target tercapai. Permainan tersebut bisa atas prakarsa dari Principal ataupun inisiatif Agen sendiri. Maka terjadilah Creative Accounting yang menyalahi aturan, misal: adanya piutang yang tidak mungkin tertagih yang tidak dihapuskan; Capitalisasi expense yang tidak semestinya; Pengakuan penjualan yang tidak semestinya; yang kesemuanya berdampak pada besarnya nilai aktiva dalam Neraca yang “mempercantik” laporan keuangan walaupun bukan nilai yang sebenarnya. Atau bisa juga dengan melakukan income smoothing (membagi keuntungan ke periode lain) agar setiap tahun kelihatan perusahaan meraih keuntungan, padahal kenyataannya merugi atau laba turun.
Salah satu hipotesis dalam teori ini adalah bahwa manajemen dalam mengelolah perusahaan cenderung lebih mementingkan kepentingan pribadinya daripada meningkatkan nilai perusahaan.
Contoh nyata yang dominan terjadi dalam kegiatan perusahaan dapat disebabkan karena pihak agensi memiliki informasi keuangan daripada pihak prinsipal (keunggulan informasi), sedangkan dari pihak prinsipal boleh jadi memanfaatkan kepentingan pribadi atau golongannya sendiri (self-interest) karena memiliki keunggulan kekuasaan (discretionary power).
Contoh lain Agency theory sebenarnya juga dapat dipahami dalam lingkup lembaga kemahasiswaan. Pengurus yang dipercayakan menjadi perpanjangan tangan keluarga mahasiswa untuk mengelolah organisasi menjadi agen yang idealnya mampu mengakomodasi semua kepentingan keluarga. Namun, terkadang pengurus lembaga kemahasiswaan tak mampu menjalankan ini dengan baik. Kecenderungan pengurus lebih memilih melaksanakan kepengurusan sesuai dengan keinginannya. Kepentingan keluarga menjadi terabaikan.
Pengembangan akuntansi kontemporer salah satunya adalah digunakannya Agency Theory dalam menjustifikasi akuntansi positif. Menurut Baiman (1990), terdapat 3 model hubungan agensi yaitu The Principal-Agent Model, The Transaction Cost Economics Model, The Rochester Model.
Ketiganya memiliki dua kerangka kesamaan dan dua perbedaan. Kesamaannya, pertama, ketiganya memahami ketentuan dan penyebab hilangnya efisiensi yang diciptakan oleh divergensi antara perilaku kerjasama dan kepentingan individu; kedua, ketiganya menganalisa dan memahami implikasi perbedaan proses pengendalian menghindari hilangnya efisiensi pada masalah agensi. Sedangkan perbedaannya, pertama, menekankan perbedaan sumber-sumber divergensi perilaku kerjasama dan kepentingan individu; kedua, menekankan perbedaan aspek pada agenda riset pada umumnya; ketiga, pemodelan berhati-hati yang mendasari konteks ekonomi yang menyebabkan timbulnya masalah agensi; keempat, derivasi optimalisasi hubungan kerja dan memahami bagaimana hubungan kerja yang meringankan masalah agensi; kelima, komparasi hasil-hasil untuk melakukan observasi praktik model yang dipakai dan menganalisanya. Artinya dalam kerangka umum model hubungan agensi memperlihatkan bahwa manajer melakukan maksimasi expected utility agar dapat mempengaruhi desain kontrak kerja mereka. Pemilik dan manajer secara bersama dibatasi biaya atas masalah agensi, sehingga memerlukan insentif untuk mendesain kontrak yang mengurangi secara efisien masalah agensi. Dua tokoh utama (principal dan agent) dalam interaksi bisnis tersebut sebenarnya mengarah pada kepentingan yang sama, yaitu wealth (kekayaan). Bentuk ekstrim (extreme ways) dari agency theory sendiri sebenarnya adalah ketika hubungan agensi dijadikan mekanis-matematis untuk kepentingan legitimasi kepentingan “mutualis insklusif“.
Terdapat tiga masalah utama dalam hubungan agensi, yaitu :
1.       Kontrol pemegang saham kepada manajer
2.       Biaya yang menyertai hubungan agensi
3.       Menghindari dan meminimalisasi biaya agensi
Hubungan agensi ini memotivasi setiap individu untuk memperoleh sasaran yang harmonis, dan menjaga kepentingan masing-masing antara agen dan principal. Hubungan keagenan ini merupakan hubungan timbal balik dalam mencapai tujuan dan kepentingan masing-masing pihak yang secara eksplisit dan sadar memasukkan beberapa penekanan seperti:
1.    Kebutuhan principal akan memberikan kepercayaan kepada manajer dengan imbalan atau kompensasi keuangan
2.    Budaya organisasi yang berlaku dalam perusahaan
3.    Faktor luar seperti karasteristik industri, pesaing, praktek kompensasi, pasar tenaga kerja, manajerial dan isu-isu legal
4.    Strategi yang dijalankan perusahaan dalam memenangkan kompetisi global
Ditegaskan oleh Watts (1992) bahwa hubungan agensi kaitannya dengan laporan keuangan perusahaan sangat dipengaruhi oleh kepentingan pasar dan politik.
Hubungan agensi dengan demikian tidak dibangun dari akar self-interest, tetapi dengan cinta. Cinta akan tetap memberi kemanfaatan materi, saling berbagi dan kebermaknaan hidup. Mudahnya, bila konsep kekayaan hanya dipandang sebagai bentuk ekonomi semata, maka yang terjadi adalah konflik kepentingan di atas hubungan kooperatif. Tetapi bila konsep kekayaan dipandang sebagai bentuk trilogi, maka ada proses trust yang masuk dalam mekanisme hubungan, trust yang didasari oleh cinta dan saling berbagi. Gagasan ini memang mirip seperti model principal-agent yang lebih teoritis dan perlu diuji secara empiris, daripada mendekat pada model positivist yang lebih empiris tetapi akan mereduksi konsep teoritis yang sebenarnya penting seperti juga ditegaskan oleh Eisenhardt (1989).
Dalam rangka memotivasi para manajer dan pemegang saham agar berperilaku dalam sikap yang memajukan tujuan perusahaan, Burdett dapat memberikan rekomendasi kepada dewan direksi, yaitu :
•    Penilaian terhadap kinerja manajer dibuat dengan kontrak yang jelas sehingga memotivasi agen bekerja dengan kepentingan terbaik principal
•    Principal memberikan pilihan rencana insentif jangka pendek dan jangka panjang dan agen diberikan keleluasan dengan batasan yang menguntungkan kepentingan para pemegang saham

Untuk mencegah kemungkinan terjadinya konflik tersebut, maka ada beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya:
1.    Penyusunan Standar yang jelas mengenai siapa saja yang pantas menjadi apa baik untuk jabatan fungsional maupun struktural ataupun untuk posisi tertentu yang dianggap strategis dan kritis. Hal ini harus diiringi dengan sosialisasi dan implementasi (enforcement) tanpa ada pengecualian  yang tidak masuk akal
2.    Diadakan tes kompetensi dan kemampuan untuk mencapai suatu jabatan tertentu dengan adil dan terbuka. Siapapun yang telah memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama dan adil untuk “terpilih”. Terpilih artinya walaupun pejabat lain diatasnya tidak “berkenan” dengan orang tersebut, tetapi karena ia yang terbaik maka tidak ada alasan logis untuk menolaknya ataupun memilih yang orang lain. Disinilah peran profesionalisme dikedepankan
3.    Akuntabilitas dan Transparansi setiap “proses bisnis” dalam organisasi agar memungkinkan monitoring dari setiap pihak sehingga penyimpangan yang dilakukan oknum-oknum dapat diketahui dan diberikan sangsi tanpa kompromi. Oknum-oknum tersebut harus diumumkan pada publik dan tindakan apa yang telah diambil untuk menciptakan kontrol agar tidak terjadi “permainan” sehingga oknum-oknum tersebut bisa lolos dari sangsi yang berat. Oknum yang terbukti bersalah tidak berhak lagi mendapatkan “penghargaan” sehingga dapat menimbulkan efek “kapok” bagi yang lain agar tidak berani mencoba-coba. Hal yang sama juga diperlakukan pada pegawai/pejabat yang berprestasi, selain diberi reward, juga diumumkan untuk memberi efek “IDOL” sehingga ditiru oleh pegawai/pejabat lainnya.
Akhirnya, akuntansi menjadi alat yang powerfull untuk memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya kepada pemilik modal di satu sisi, juga dapat memberikan manfaat injeksi modal dan investasi yang makin besar dan linier kepada agen dari pemilik modal, yaitu manajemen perusahaan, dalam mengelola perusahaan.












Earning Management

A.    Defenisi Earning Manjemen
Scott (2003:369) mendefinisikan earning management sebagai ''the choice by a manager of accounting policies so as to achieve some specific objective" yang artinya pilihan yang dilakukan oleh manajer dalam menentukan kebijakan akuntansi untuk mencapai beberapa tujuan tertentu.
Konsep earning management menggunakan pendekatan teori keagenan (agency theory) yang menyatakan bahwa "praktek earning management dipengaruhi oleh konflik antara kepentingan manajemen (agent) dan  pemilik (principal) yang timbul  karena setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertimbangkan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya". Agency theory memiliki asumsi bahwa masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Pihak principal termotivasi mengadakan kontrak untuk menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya, antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Konflik kepentingan semakin meningkat temtama karena principal tidak dapat memonitor aktivitas manajemen sehari-hari untuk memastikan bahwa manajemen bekerja sesuai dengan keinginan pemegang saham (pemilik).
Dalam hubungan keagenan, principal tidak memiliki informasi yang cukup tentang kinerja agent. Agent mempunyai lebih banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja, dan perusahaan secara keseluruhan. Hal inilah yang mengakibatkan adanya ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh principal dan agent. Ketidakseimbangan informasi inilah yang disebut dengan asimetri informasi. Adanya asumsi bahwa individu-individu bertindak untuk memaksimalkan dirinya sendiri, mengakibatkan agent memanfaatkan adanya asimetri informasi yang dimilikinya untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal. Asimetri informasi dan konflik kepentingan yang terjadi antara principal dan agent mendorong agent untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya kepada principal* terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja agent. Salah satu bentuk tindakan agent tersebut adalah yang disebut sebagai earning management.
Menurut Healy dan Wahlen menyatakan bahwa earning management terjadi ketika para manajer menggunakan keputusannya dalam pelaporan keuangan dan dalam melakukan penyusunan transaksi untuk mengubah laporan keuangan baik untuk menimbulkan gambaran yang salah bagi stakeholder tentang kinerja ekonomis perusahaan, ataupun untuk mempengaruhi hasil kontraktual yang bergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan.
Berdasarkan definisi-definisi di atas maka earning management adalah suatu usaha atau upaya mengatur pendapatan atau keuntungan untuk kepentingan-kepentingan tertentu yang dilandasi oleh faktor-faktor ekonomi tertentu.
Ada dua cara memahami earning management yaitu sebagai berikut:
1.    Memandang earning management sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimalkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, utang, dan kos politik.
2.    Memandang earning management dari perspektif kontrak efisien, artinya earning management memberi fleksibilitas bagi manajer untuk melindungi diri dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian, manajer mungkin dapat mempengaruhi nilai pasar perusahaannya melalui earning management.
Menurut Watt dan Zimmerman tujuan yang akan dicapai oleh manajemen melalui earning management meliputi: mendapatkan bonus dan kompensasi lainnya, mempengaruhi keputusan pelaku pasar modal, menghindari biaya politik.

B.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Earning Management
Berdasarkan pertimbangan biaya dan manfaat, manajemen diperbolehkan memilih dan menerapkan metode-metode akuntansi. Hal ini menjadi penyebab utama manajer melakukan earning management. Menurut Scott (2003:377) beberapa motivasi yang mendorong manajemen melakukan earning management antara lain sebagai berikut:
Menurut Scott (2001),  motivasi-motivasi yang mendorong earning management adalah:

1.    Earning management for bonus purposes
Menyatakan    bahwa    manajer    akan    meningkatkan    net    income perusahaan untuk memaksimalkan bonus yang mereka terima. (Scott 2001)'7/K// managers would opportunistically manage net income so as to maximize their bonuses under their firm's compensation plan."
2.    Other contractual motivations
Ada 2 tujuan untuk menggambarkan earning management dari sisi kontrak, yaitu:
a.    Kontrak antara manajer dengan perusahaan
Dalam   hal   ini   perusahaan   memberi   kebebasan   bagi   manajer   untuk melakukan earning management dengan tujuan agar target perusahaan dapat tercapai. Untuk mencapai tujuannya perusahaan menawarkan bonus bagi prestasi manajer yang dapat mencapai target perusahaan.
b.    Kontrak antara perusahaan dengan kreditur
Kontrak hutang antara perusahaan dengan kreditur pada awal kontrak telah ditentukan adanya persyaratan-persyaratan tertentu antara perusahaan dengan kreditur. Adanya pelanggaran pada persyaratan kontrak akan menyebabkan perusahaan lerkena penalties. Oleh sebab itu untuk menghindari adanya penalties perusahaan cenderung meningkatkan pendapatan.

3.    Political motivation
Perusahaan besar yang sebagian besar kegiatan usahanya menyentuh masyarakat pada umumnya cenderung mengurangi laba yang dilaporkan untuk mengurangi political cost. ”This is the case for very large firms, simply because their activities touch large numbers of people. Such firms may want to manage earnings so as to reduce their visibility'.  This would entail, for example accounting practices and procedures to minimize reported income........"
4.    Taxation Motivation
Pajak penghasilan adalah mungkin mempakan motivasi yang paling nyata untuk earning  management.  Perusahaan cenderung mengurangi  laba yang dilaporkan agar pajak penghasilan yang dibayarkan perusahaan  semakin kecil.
Menurut Scott “Income taxation is perhaps the most obvious motivation for earning management. However, taxation authorities tend to impose their own accounting rules for calculation of taxable income, thereby reducing firm's room to manouvre. Consequently, taxation should not play a major role in earning management decisions in general." 
5.    Changes of Chief Executive Officer (CEO)
CEO yang mengundurkan diri atau pensiun cenderung membuat kondisi perusahaan terlihat bagus dengan meningkatkan pendapatan atau laba. Hal ini dilakukan agar bonus yang mereka terima pada saat pengundiiran diri/pension dapat meningkat.
(Scott 2001) "The bonus plan hypothesis predicts that CEOs approaching retirement would be particular)/ likely to engage in a strategy of income maximation, to increase their bonuses."
Disamping itu CEO yang tidak menampilkan kinerja yang bagus pada perusahaan cenderung melindungi diri dengan meningkatkan pendapatan atau laba agar tidak diperhentika dari pekerjaannya.
(Scott 2001 )"Similarly CEOs of poorly performing firms may income-maximize to prevent, or postpone, being fired."
6.    Initial Public Offering ( IPO )
IPO adalah peristiwa dimana untuk pertama kalinya suatu perusahaan menjual atau menawarkan sahamnya kepada khalayak ramai (public) di pasar modal. Penetapan harga dasar penawaran (offerings price) beberapa saham suatu perusahaan yang untuk pertama kalinya menawarkan sahamnya ke publik (gopublic) merupakan hal yang tidak mudah untuk dilakukan karena ketetapan harga penawaran dalam pasar perdana akan konsekuensi langsung terhadap kesejahteraan pemilik lama (issuer).
Perusahaan go public cenderung  menampilkan  kondisi  perusahaan yang sehat sehingga mendorong manajemen untuk  memanage pendapatan dengan meningkatkan laba perusahaan. Hal tersebut dilakukan agar saham yang ditawarkan pada publik bernilai tinggi.
(Scott 2001) “ Presumbly, financial accounting information included in the prospectus is a useful information source. For example, Hughes (1986) shows analytically that information such as net income can be useful in helping to signal firm value to investors. This raises the possibility that managers of the firms going public may manage the earnings reported in their prospectuses in the hope of receiving a higher price for their shares."
7.    To communicate information to investor
Manajemen   perusahaan   selalu   menyajikan   informasi   yang   bagus mengenai prospek perkembangan perusahaan di masa yang akan datang agar investor tertarik untuk menanamkan modalnya. Oleh sebab itu perusahaan cenderung menaikkan pendapatan/laba agar dapat menampilkan kesan positif.
(Scott 2001)'Wow it is management that typically has the best information about future earning prospects. If reported earnings are managed to a number that represents management's best estimate of persistent earning power, and the market realizes this, share will quickly reflect this inside information."


C.    Pola Dalam Earning Management
Banyak cara yang dapat dilakukan oleh manajer untuk mempengaruhi waktu, jumlah, atau makna transaksi dalam pelaporan keuangan dengan melakukan pemilihan metode akuntansi dan accounting judgment. Menurut Scott (2003:383) berbagai pola yang sering dilakukan manajer dalam earning management adalah:
1.    Taking a bath
Terjadinya taking a bath pada periode stress atau reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru. Bila pemsahaan hams melaporkan laba yang tinggi, manajer dipaksa untuk melaporkan laba yang tinggi, konsekuensinya manajer akan menghapus aktiva dengan harapan laba yang akan datang dapat meningkat. Bentuk ini mengakui adanya biaya pada periode yang akan datang sebagai kerugian pada periode berjalan, kelika kondisi buruk yang tidak menguntungkan tidak dapat dihindari pada periode tersebut. Untuk itu manajemen hams menghapus beberapa aktiva dan membebankan perkiraan biaya yang akan datang pada saat ini serta melakukan clear the desk* sehingga laba yang dilaporkan di periode yang akan datang meningkat.
2.    Income minimization
Bentuk ini mirip dengan "taking a bath", tetapi lebih sedikit ekstrim, yakni dilakukan  sebagai  alasan  politis  pada  periode   laba  yang  tinggi   dengan mempercepat penghapusan aktiva tetap dan aktiva tak berwujud dan mengakui pengeluaran-pengeluaran sebagai biaya. Pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi dengan maksud agar tidak mendapat perhatian secara politis, kebijakan yang diambil dapat berupa penghapusan atas barang modal dan aktiva tak berwujud, biaya iklan dan pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan, hasil akuntansi untuk biaya eksplorasi.
3.    Income maximization
Tindakan ini bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Perencanaan bonus yang didasarkan pada data akuntansi mendorong manajer untuk memanipulasi data akuntansi tersebut guna menaikkan laba untuk meningkatkan pembayaran bonus tahunan. Jadi tindakan ini dilakukan pada saat laba menurun. Perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang mungkin akan memaksimalkan pendapatan.
4.    Income smoothing
Bentuk ini mungkin yang paling menarik. Hal ini dilakukan dengan meratakan laba yang dilaporkan untuk tujuan pelaporan eksternal, terutama bagi investor karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.

Teknik untuk merekayasa laba dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, Pertama yaitu memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi, antara lain: estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi. Kedua yaitu mengubah metode akuntansi. Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, contoh: mengubah metode depresiasi aktiva tetap yaitu dari metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus. Ketiga yaitu menggeser periode biaya atau pendapatan, misalnya: mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai periode akuntansi berikutnya, mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai periode akuntansi berikutnya, mempercepat atau menunda pengiriman produk ke pelanggan, menjual investasi sekuritas untuk memanipulasi tingkat laba, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tidak dipakai.
Pendekatan lain yang digunakan dalam mengendalikan net income : Pertama, dengan mengendalikan transaksi-transaksi akrual, dimana transaksi akrual memiliki pengaruh terhadap pendapatan dan biaya namun tidak tampil pada arus kas. Contoh: amortisasi dan depresiasi adalah sepenuhnya dikuasai oleh perusahaan dalam hal menentukan masa manfaatnya sehingga perusahaan dapat mengatur besarnya pembebanan pada biaya sesuai keinginan manajemen dalam rangka mencapai hasil akhir pada net income yang diinginkan. Terdapat dua konsep akrual yaitu: discretionary accrual dan non discretionary accrual. Discretionary accrual adalah pengakuan akrual laba atau beban yang bebas tidak diatur dan merupakan pilihan kebijakan manajemen, sedangkan non discretionary accrual adalah pengakuan akrual laba yang wajar, yang tunduk pada suatu standar atau prinsip akuntansi yang berlaku umum. Kedua, dengan mengubah kebijakan akuntansi, manajemen juga dapat menentukan net income yang diinginkan, namun hasrat manajemen untuk melaksanakan hal ini tidak sekuat accrual items. Alasannya adalah manajemen harus menjelaskannya dalam disclosure pada laporan keuangan tahunan. Dan alasan ini adalah bahwa standar akuntansi tentang konsistensi mencegah terjadinya perubahan kebijakan akuntansi sesering mungkin. Contohnya adalah merubah metode pencatatan dari LIFO menjadi FIFO.
Earning management merupakan fenomena yang sukar dihindari karena fenomena ini hanya dampak dari penggunaan dasar akrual dalam penyusunan laporan keuangan. Dasar akrual disepakati sebagai dasar penyusunan laporan keuangan karena dasar akrual memang lebih rasional dan adil dibandingkan dasar kas. Sebagai contoh, dengan dasar kas, pembelian aktiva tetap secara tunai senilai seratus juta rupiah mesti dibebankan sebagai biaya pada periode saat pembelian aktiva tersebut, meskipun aktiva tersebut akan bermanfaat bagi perusahaan selama 10 tahun. Jika laporan rugi laba disusun dengan dasar kas, maka besar kemungkinan dalam periode tersebut perusahaan dinyatakan mengalami rugi. Jadi pada dasarnya, basis akrual dipilih dengan tujuan untuk menjadikan laporan keuangan lebih informatif yaitu laporan keuangan yang benar-benar mencerminkan kondisi yang sebenarnya. Sayangnya, akrual yang ditujukan untuk menjadikan  laporan  yang  sesuai   fakta  ini  sedikit  dapat  digerakkan  (tuned) sehingga dapat mengubah angka laba yang dihasilkan.
D.    Reaksi  Pasar Modal (Harga Saham) terhadap Earning Management
Motivasi pasar modal bermula dari kecenderungan meningkatnya harga saham perusahaan jika kinerja perusahaan meningkal, yang ditandai dengan peningkatan angka laba. Hubungan ini akan memicu manajer untuk memainkan angka laba sehingga dapat meningkatkan harga saham perusahaan.
Peningkatan harga saham akan menyenangkan para pemegang saham karena investasi yang mereka lakukan telah berkembang. Perkembangan ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan harga saham saat ini dibandingkan dengan harga saham pada saat pertama kali mereka beli. Tindakan manajer yang ingin memaksimalkan kemakmuran dan kesejahteraan ekonomi para pemegang saham dengan meningkatkan harga saham perusahaan ini akan dinilai baik oleh pemegang saham.
Selain itu peningkatan laba perusahaan juga akan menarik minat investor di pasar untuk menanamkan modalnya karena investor beranggapan bahwa perusahaan tersebut memiliki kinerja yang optimal sehingga mampu memberikan tingkat pengembalian yang tinggi. Adanya fenomena tersebut, maka diduga manajer perusahaan melakukan praktek earning management.Kajian mengenai motivasi pasar modal ini telah dilakukan oleh Prihandini (2003) yang menyatakan bahwa motivasi dilakukannya earning management karena alasan pasar modal lebih banyak disebabkan oleh adanya anggapan umum bahwa angka-angka akuntansi, khususnya laba merupakan salah satu sumber informasi penting yang digunakan oleh investor dalam menilai harga saham dan para pemegang saham dalam menilai kinerja manajemen. Karena alasan ini, maka tidak mengherankan kalau ada sebagian manajer berusaha untuk membuat laporan keuangannya nampak baik dengan maksud untuk mempenganihi kinerja harga saham jangka pendek.
Brayshaw dan Eldin (1989) mengungkapkan dua alasan mengapa manajemen diuntungkan dengan adanya praktik perataan laba: pertama, skema kompensasi manajemen dihubungkan dengan kinerja perusahaan yang disajikan dalam laba akuntansi yang dilaporkan, karena itu seliap fluktuasi dalam laba akan berpengaruh langsung terhadap kompensasinya dan kedua. fluktuasi dalam kinerja manejemen dapat mengakibatkan inlervensi pemilik untuk mengganti manajemen dengan cara pengambilalihan alau penggantian manajemen secara langsung. Ancaman penggantian ini mendorong manajemen untuk membuat laporan kinerja yang sesuai dengan keinginan pemilik. Dengan melakukan peraiaan laba maka perusahaan akan mampu mengendalikan abnormal return yang terjadi kelika laba diumumkan. Jika informasi laba yang diumumkan merupakan good news bagi investor maka harga saham akan meningkat dan memberikan abnormal return yang besar bagi investor sehingga hal tersebut menarik perhatian investor lain untuk berinvestasi di perusahaan tersebut. Telapi jika informasi laba tersebut merupakan bad news maka harga saham akan lurun dan menyebabkan investor melepas alau menarik inveslasinya dari perusahaan tersebut. Investor menilai kinerja manajemen dan kondisi perusahaan melalui laporan laba rugi. Dengan menampilkan laba yang relatif stabil diharapkan akan meningkatkan persepsi pihak eksternal mengenai kinerja manajemen perusahan tersebut.
E.    Cara Menentukan Adanya Earning Management
Dalam menentukan ada atau tidaknya tindakan earning management dapat dideteksi melalui pendekatan total accruals. Salah satu kelebihan dari pendekatan total accruals adalah pendekatan tersebut berpotensi untuk dapat mengungkapkan cara-cara untuk menurunkan atau menaikkan keuntungan, karena cara-cara tersebut kurang mendapat perhatian untuk diketahui pihak luar.
Total accruals terdiri dari discretionary accruals  (karena kebijakan manajemen) dan non-discretionary accruals, dimana total accruals (non-kebijakan manajemen) digunakan sebagai proxy dari discretionary accruals karena discretionary accruals tidak mudah diobservasi oleh para pemakai laporan keuangan. Pendekatan ini berasumsi bahwa komponen non-discretionary accruals cenderung stabil sepanjang waktu, sehingga yang layak untuk dipertimbangkan adalah komponen discretionary accruals. Discretionary accruals adalah pengakuan akrual laba/ beban yang bebas tidak diatur dan mempakan pilihan kebijakan manajemen. Contoh: pada akhir tahun buku perusahaan mengetahui bahwa suatu piutang tertentu tidak dapat ditagih. Perusahaan dapat melakukan pencatatan kapan piutang tersebut dihapuskan, pada periode buku sekarang atau pada tohun buku berikutnya. Sedangkan non-discretionary accruals adalah sebaliknya, pengakuan akrual laba yang wajar yang tunduk pada suatu standar/ prinsip akuntansi yang berlaku secara umum. Contoh: satu fakta yang sama dapat dilaporkan dengan cara yang berbeda, mesin yang sama dapal didepresiasikan dengan dua metode yang berbeda (garis lurus/ saldo menurun) atau dengan dua estimasi umur ekonomis yang berbeda. Perbedaan metode/ perbedaan estimasi tersebut akan menghasilkan nilai akhir (laba) yang sedikit berbeda. Oleh karena non-discretionary accruals merupakan akrual wajar, dan apabila dilanggar akan mempengaruhi kualitas laporan keuangan (tidak wajar) maka non-discretionary accruals ini tidak relevan dalam objek penelitian ini. Oleh karena itu bentuk akrual yang dianalisis dalam penelitian ini adalah bentuk discretionary accruals yang merupakan akrual tidak normal dan menipakan pilihan kebijakan manajemen.

F.    Sisi ’Baik”  Managemen Laba
Alasan lain untuk perkembangan manajemen laba adalah bahwa ada "baik" sisi untuk itu. Seperti disebutkan, kita dapat mempertimbangkan sisi baik dari manajemen laba baik dari kontraktor dan perspektif pelaporan keuangan. Dari perspektif kontrak sejauh mana laba manajemen bisa baik berhubungan dengan kontrak yang efisien versus oportunistik bentuk teori akuntansi positif. Berdasarkan kontrak yang efisien, maka diinginkan untuk memberikan manajer beberapa kemampuan untuk mengelola pendapatan di dalam menghadapi kontak lengkap dan kaku. Kita harus berhati-hati untuk tidak selalu menafsirkan bukti manajemen laba untuk bonus, perjanjian hutang, dan alasan-alasan politik sebagai buruk. Manajemen laba bisa menjadi alat untuk menyampaikan informasi kepada pasar, sehingga harga saham dapat lebih mencerminkan prospek masa depan perusahaan.
G.    Sisi ”Buruk”  Managemen Laba
Sisi buruk managemen laba, antara lain :
1.    Menurut Healy (1999), manajemen laba mengaburkan informasi kinerja ekonomis perusahaan karena ada kondisi dimana manajer perusahaan memiliki akses informasi secara langsung sementara sebagian stakeholder tidak. Ada sebagian informasi yang tidak tersampaikan ke stakeholder. Manajer disisi lain, memang dapat menggunakan kebijakan untuk membuat laporan keuangan lebih informatif, mencerminkan kinerja perusahaan sesungguhnya, misalnya melalui pemilihan metode akuntansi atau estimasi untuk memberikan sinyal yang memadai agi penilaian kinerja perusahaan. Akan tetapi kebijakan akuntansi untuk membuat laporan keuangan lebih informatif kepada pengguna tidak masuk dalam definisi.
2.    Kontroversi muncul ketika manajemen laba dikaitkan dengan moral/etika, apakah tindakan manajer melakukan manajemen laba tidak akan menyesatkan pemakai laporan keuangan. Apalagi karena laba merupakan komponen penting yang dipantau para pemakai laporan keuangan. Ditinjau dari legalitas, tidak ada yang dilanggar karena pemilihan metode akuntansi tidak melanggar standar akuntansi yang berlaku di samping merupakan kewenangan manajer untuk memilih metode akuntansi yang akan dipakai. Menilai etis atau tidaknya manajemen laba dapat dilihat dari sudut pandang pencapaian keseimbangan antara kepentingan individu (manajer) dengan kewajiban terhadap pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan (stakeholder). Yang dimaksud dengan stakeholder adalah pemegang saham, karyawan, pelanggan, pemasok, kreditur dan investor. Penilaian tersebut hanya dapat dilakukan kalau manajer melakukannya secara sadar, artinya menyadari implikasi jangka panjang yang ditimbulkan. Tekanan persaingan untuk menghasilkan laba yang tinggi bisa menyebabkan perilaku tidak etis, terutama untuk perusahaan yang menggunakan angka akuntansi untuk penilaian kinerja secara mutlak. Manajer dengan kinerja keuangan yangburuk dan perusahaan dengan laba rendah lebih mudah melakukan tindakan tidak etisdibandingkan manajer dengan kinerjakeuangan baik dan perusahaan dengan laba.
Moral Hazard menimbulkan Agency cost
Contoh : pada saat ada pemeriksaan maka manajemen akan bersikap baik sedang pd saat tanpa ada pemeriksaan maka manajemen lebih bersikap negativ atau kurang baik.
•    Biaya Audit / External : Monitoring Cost
•    Pengembangan Teknologi : Abbonding Cost

TEORI AKUNTANSI NORMATIF DAN POSITIF

TEORI AKUNTANSI  NORMATIF DAN POSITIF


A.    Garis Besar Teori Positif Akuntansi
Teori pasar modal efisien gagal menjelaskan perilaku pasar. Berdasarkan teori pasar modal efisien, suatu perubahan akuntansi direaksi oleh pasar hanya apabila perubahan akuntansi tersebut berpengaruh terhadap arus kas perusahaan.
Economic consequences diperlukan untuk mengetahui respon pasar atas perubahan kebijakan akuntansi walaupun perubahan kebijakan akuntansi tersebut tidak berpengaruh secara langsung terhadap arus kas. Karena itu, economic consequences merupakan salah satu anomali pasar modal efisien. Teori akuntansi positif (PAT) adalah penjelasan terhadap adanya economic consequences.
Istilah positif mengacu pada sebuah teori yang mencoba untuk membuat prediksi yang baik terhadap kejadian-kejadian nyata di dunia. Sampai sekarang, teori positif berkenaan dengan prediksi kegiatan seperti pemilihan teori akuntansi oleh perusahaan dan bagaimana perusahaan akan bereaksi merespon standar-standar akuntansi yang baru diajukan.
PAT mengambil sudut pandang bahwa perusahaan mengorganisasi diri mereka sendiri dalam cara yang paling elisien, jadi untuk memaksimalkan prospek mereka untuk bertahan, beberapa perusahaan lebih bersifat desentralisasi dibandingkan yang lain, beberapa perusahaan mengadakan kegiatan internal sementara perusahaan-perusahaan yang lain lebih memilih kegiatan-kegiatan yang lain, beberapa perusahaan lebih banyak membiayai dengan menggunakan hutang dibandingkan yang lainnya, dan seterusnya. Bentuk organisasi yang paling efisien untuk perusahaan-perusahaan tertentu tergantung pada faktor-faktor seperti lingkungannya dipandang dari segi legal/hukum dan institusional, teknologi, tingkat persaingan dalam industri tersebut, dan seterusnya. Jika semua digabungkan, faktor-faktor ini memutuskan suatu set kesempatan investasi yang tersedia bagi perusahaan, dan kemudian, prospek masa depan perusahaan tersebut.
Harus diperhatikan bahwa PAT tidak memaparkan lebih jauh hingga memberikan saran bagi perusahaan (dan para pembuat standar) untuk benar-benar menspesifikasikan secara lengkap kebijakan-kebijakan akuntansi yang akan mereka gunakan. Hal ini akan memakan biaya yang sangat besar. Sangat dimungkinkan untuk memberikan kesempatan yang cukup fleksibel bagi manajer untuk memilih kebijakan akuntansi, sehingga mereka bisa beradaptasi dengan keadaan-keadaan yang baru atau tak disangka-sangka sebelumnya. Sebagai contoh, sebuah standar akuntansi yang baru mungkin bisa menurunkan rasio hutang terhadap harta perusahaan (SFAS 106 berkenaan dengan keuntungan pasca-pensiun, merupakan suatu standar) sampai pada titik dimana pelanggaran terhadap kesepakatan hutang merupakan hal yang penting. Hal ini juga memberikan kemungkinan bagi manajemen untuk menekan biaya. Sebagai contoh, untuk berpindah dari sistem persediaan LIFO menjadi FIFO merupakan cara yang akan ditempuh manajemen untuk meningkatkan harta bahkan setelah terjadi efek dari pajak pendapatan, daripada melakukan negosiasi ulang atas kontrak hutang atau menanggung biaya yang keluar atas pelanggaran teknis.
Bagaimanapun, memberikan kesempatan yang fleksibel bagi manajemen untuk memilih dan seperangkat kebijakan akuntansi membuka kesempatan untuk menimbulkan tingkah laku opotunis/mengambil kesempatan. Maka dari itu, PAT mengasumsikan para manajer cukup rasional (seperti juga para investor) dan akan memilih kebijakan akuntansi sesuai keinginan terbesar mereka jika memang bisa melakukannya. Sampai sekarang, manajer dari perusahaan pengeboran minyak yang aktif, dengan imbalan yang diberikan sesuai dengan kontraknya didasarkan pada pendapatan bersih yang dilaporkan mungkin memilih full-cost accounting daripada successful effort sehingga bisa meningkatkan pendapatan dan meningkatkan nilai masa kini (present value) dari jalur bonus mereka, walaupun pendapatan yang dilaporkan lebih tinggi pada successful efforts bisa meningkatkan probabilitas pajak yang lebih tinggi dan masuknya pendatang baru dalam industri tersebut. Tentu saja, tingkah laku oportunis bisa diantisipasi ketika imbalan, sesuai dengan kontrak manajer, dinegosiasikan dan perusahaan akan melindungi harganya sendiri dengan menurunkan imbalan formal manajer dengan sejumlah oportunistik yang diinginkan. Sehingga, adanya persaingan dalam pasar tenaga kerja bagi para manajer, para manajer tersebut bersedia bekerja dengan kompensasi yang lebih murah dari perusahaan jika mereka bisa meningkatkan kemampuan mereka, dengan memanfaatkan tingkah laku oportunis. Sebagai hasilnya, ketika diberi imbalan sesuai dengan kontrak, manajer mendapatkan insentif dengan bertingkah laku secara oportunis dengan asumsi mereka mampu memilih diantara seperangkat kebijakan akuntansi yang ada.                                    
Seperangkat kebijakan akuntansi yang optimal bagi perusahaan yang kemudian mewakili trade-qff'ierbaik antara kebijakan akuntansi yang meminta secara ketat untuk meminimalisasi biaya kontrak pada situasi tersebut, dan memberikan fleksibilitas bagi manajer untuk mengubah kebijakan akuntansi dengan alasan perubahan situasi yang dihadapi, termasuk juga menghasilkan suatu tingkah laku oportunis. PAT menitikberatkan kebutuhan untuk mengadakan penelitian secara empiris untuk mengetahui kebijakan akuntansi apa saja yang termasuk didalamnya dan bagaimana mereka bervariasi antara satu perusahaan dengan perusahaan lain tergantung pada struktur organisasinya. Jadi tujuan dari teori ini adalah untuk memahami dam memprediksi pemilihan terhadap kebijakan akuntansi diantara perusahaan-perusahaan yang berbeda.
Sampai sekarang, PAT tidak bermaksud untuk menjelaskan pada individu atau konstitusi, apa yang harus mereka lakukan. Teori untuk melakukan ini disebut normatif.. Teori pengambilan keputusan oleh satu orang (the single person decision theory) dan teori investasi (the theory of investment) yang dijabarkan pada Bab 3 dan Bab 4 merupakan contoh dari teori normatif. Jika seorang individu ingin membuat sebuah keputusan dalam ketidakpastian maka diharapkan untuk memaksimalkan utilitas yang dikehendaki, mereka harus melaluinya sesuai dengan tuntunan dalam teori yang direkomendasikan. Terlepas dari benar atau tidak sebuah teori normatif memiliki kemampuan prediksi yang baik, tergantung pada situasi dimana individu mengambil keputusan sesuai dengan yang digambarkan dalam teori. Tentu saja, beberapa teori normatif memiliki kemampuan prediktif, sebagai contoh, kami mengamati beberapa orang yang mendiversifikasikan investasi portofolio mereka. Walau bagaimanapun, kita masih bisa memiliki teori normatif yang baik walaupun teori ini mungkin tidak bisa memprediksi dengan baik. Salah satu alasannya adalah akan memakan waktu tertentu bagi pemakai untuk memahami teori ini. Beberapa orang mungkin tidak mengikuti teori normatif karena mereka tidak memahaminya, karena mereka memilih teori lainnya, atau sekedar hanya karena inertia. Sebagai contoh, investor mungkin tidak mengikuti strategi investasi yang didiversifikasi karena mereka lebih mempercayai analisis teknis, dan mungkin mengkonsentrasikan investasi mereka pada perusahaan yang direkomendasikan oleh analis investor. Tetapi jika teori normatif memang cukup baik, sejalan dengan waktu kita harus melihatnya makin banyak digunakan ketika lebih banyak orang mulai bisa memahaminya. Bagaimanapun, tidak seperti teori positif, kemampuan prediksi bukanlah kriteria yang utama seperti yang banyak digunakan oleh teori normatif. Tetapi, teori positif lebih banyak menggunakan konsistensi logika dengan asumsi-asumsi bahwa seseorang dituntut untuk bisa bertindak secara rasional.
Beberapa orang jadi terikat pada pertanyaan pendekatan teori yang mana yang benar. Sebagai contoh, Boland and Gordon (1992) dan Demski (1988). Untuk tujuan-tujuan kita, bagaimanapun juga, sangat penting untuk melihat bahwa pendekatan normatif dan pendekatan positif terhadap perkembangan teori sangatlah berharga. Untuk memperluas bahwa pengambil keputusan memprosesnya secara normatif, keduanya yaitu teori positif dan teori normatif akan membuat prediksi yang mirip. Dengan berpegang pada tes empiris atas prediksi-prediksi ini, teori positif membantu menjaga teori normatif tetap pada jalurnya. Efeknya, kedua pendekatan ini saling mengisi.

B.    Tiga Hipotesis Teori Akuntansi Positif
Prediksi yang dibuat oleh PAT diorganisasikan secara luas pada tiga hipotesis yang diformulasikan oleh Watts dan Zimmerman (1986). Kita akan memberi ketiga hipotesis ini bentuk oportunistik mereka, karena menurut Watts dan Zimmerman (1990), ini adalah cara yang paling sering digunakan ketika mereka diinterpretasikan :
1.    Hipotesis Rencana Bonus
Dalam hipotesis ini, semua hal lain dalam keadaan tetap, para manajer perusahaan dengan rencana bonus cenderung untuk memilih prosedur akuntansi dengan perubahan laba yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode masa kini.
Hipotesis ini tampaknya cukup beralasan. Para manajer perusahaan, seperti orang-orang lain, menginginkan imbalan yang tinggi. Jika imbalan mereka bergantung, paling tidak sebagian, pada bonus yang dilaporkan pada pendapatan bersih, maka kemungkinan mereka bisa meningkatkan bonus mereka pada periode tersebut dengan melaporkan pendapatan bersih setinggi mungkin. Salah satu cara untuk melakukan ini adalah dengan memilih kebijakan akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan pada periode tersebut. Tentu saja, sesuai dengan karakter dari proses akrual, hal ini akan cenderung menyebabkan penurunan pada laba dan bonus-bonus yang dilaporkan pada masa yang akan datang, dengan taktor-faktor lain tetap sama. Namun nilai masa kini (present value) dari kegunaan manajer dari lini bonus masa depan yang dimilikinya akan meningkat dengan memberikan perubahan menuju masa kini.
2.    Hipotesis Kontrak Hutang
Dalam hipotesis ini semua hal lain dalam keadaan tetap, makin dekat suatu perusahaan terhadap pelanggaran pada akuntansi yang didasarkan pada kesepakatan utang, maka kecenderungannya adalah semakin besar kemungkinan manajer perusahaan memilih prosedur akuntansi dengan perubahan laba yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode masa kini.
Alasannya adalah laba yang dilaporkan yang makin meningkat akan menurunkan kelalaian teknis. Sebagian besar dari perjanjian hutang berisi kesepakatan bahwa pemberi pinjaman harus bertemu selama masa perjanjian. Sebagai contoh, perusahaan yang mendapat pinjaman boleh sepakat memelihara level tertentu dari hutang terhadap harta, laporan bunga, modal kerja, dan harta pemilik saham. Jika kesepakatan semacam itu dikhianati, perjanjian hutang tersebut bisa memberikan/mengeluarkan penalti, seperti pembatasan dividen atau tambahan pinjaman.
Dengan jelas, prospek dari pelanggaran kesepakatan membatasi kegiatan perusahaan dalam operasional perusahaan itu sendiri. Untuk mencegah, atau paling tidak menunda, pelanggaran semacam itu, perusahaan bisa memilih kebijakan akuntansi tertentu yang bisa meningkatkan laba masa kini. Berdasarkan hipotesis kesepakatan hutang, ketika perusahaan mendekati kelalaian, atau memang sudah berada dalam lalai/cacat, lebih cenderung untuk melakukan hal ini.
3.    Hipotesis biaya politik
Dalam hipotesis ini semua hal lain dalam keadaan tetap, makin besar biaya politik yang mesti ditanggung oleh perusahaan, manajer cenderung lebih memilih prosedur akuntansi yang menyerah pada laba yang dilaporkan dari masa sekarang menuju masa depan.
Hipotesis biaya politik memperkenalkan suatu dimensi politik pada pemilihan kebijakan akuntansi.  Perusahaan-pemsahaan yang ukurannya sangat besar mungkin dikenakan standar kinerja yang lebih tinggi, dengan penghargaan terhadap tanggung jawab lingkungan, hanya karena mereka merasa bahwa mereka besar dan berkuasa. Jika perusahaan besar juga memiliki kemampuan meraih profit yang tinggi, maka biaya politik bisa diperbesar.
Perusahaan-perusahaan juga mungkin akan menghadapi biaya politik pada poin-poin waktu tertentu. Persaingan luar negeri mungkin mengarah pada menurunnya profitabilitas kecuali perusahaan yang terkena dampaknya ini bisa mempengaruhi proses politik untuk bisa melindungi impor secara keseluruhan. Salah satu cara untuk melakukan ini adalah dengan mengadopsi kebijakan akuntansi income-decreasing (pendapatan menurun) dalam rangka meyakinkan pemerintah bahwa profit sedang turun.

C.    Riset Empiris PAT

Teori Positif Akuntansi telah membangkitkan begitu banyak riset-riset empiris. Sebagai contoh, laporan Lev (1979), merupakan telaah terhadap PAT, yang tidak membuat rekomendasi apapun tentang bagaimana sebuah perusahaan dan investor harus bereaksi terhadap SFAS 19 exposure draft. Namun, titik beratnya adalah bagaimana investor benar-benar bereaksi terhadap full-cost perusahaan minyak dan gas bumi yang diminta untuk mengubahnya menjadi successful efforts. Sampai sekarang, telaah yang dilakukan Lev membantu kita untuk lebih bisa memahami mengapa perusahaan yang berbeda-beda bisa saja memilih kebijakan akuntansi yang berbeda-beda, mengapa kadang ka1a manajer merasa keberatan atas perubahan kebijakan-kebijakan ini, dan mengapa investor mungin bereaksi terhadap pengaruh potensial yang mungkin muncul dari perubahan kebijakan akuntansi yang berpengaruh pada pendatan bersih. Sesungguhnya, Lev memasukkan hipotesis rencana bonus dan hipotesis kesepakatan hutang sebagai alasan yang mungkin untuk reaksi yang tidak sesuai dengan keinginan dari pasar terhadap prospek perusahaan-perusahaan yang menggunakan  full-cost yang dipaksa  untuk mengubahnya menjadi successful efforts. Pada situasi dimana manajer dimungkinkan untuk bersikap oportunis untuk mendapatkan bonus mereka dan menghindari pelanggaran pada kesepakatan hutang, pasar yang efisien diharapkan untuk bereaksi secara negatif.
Banyak riset PAT yang dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana implikasi dari ketiga hipotesis yang sudah disebutkan diatas, diantaranya :
1.    hipotesis rencana bonus yang diteliti oleh Healy (1985), yang menemukan bukti-bukti bahwa manajer perusahaan dengan rencana bonus yang didasarkan pada pendapatan bersih secara sistematis mengadopsi kebijakan akrual untk memaksimalkan bonus-bonus yang mereka harapkan.
2.    Sweeney (1994) melaporkan bahwa hasil pengujian pada hipotesis kesepakatan hutang. Dia mempelajari sampel sejumlah 130 perusahaan manufaktur yang pertama kali melanggar kesepakatan hutangnya selama periode tahun 1980 sampai 1989, ditambah dengan sampel 130 perusahaan yang industri dan ukurannya mirip, dan tidak melakukan pelanggaran kesepakatan hutang. Sweeney menemukan bahwa dalam periode delapan tahun mulai dari awal lima tahun sebelumnya sampai tahun terjadinya kelalaian, perusahaan pelanggar yang membuat, (dalam rata-rata), perubahan kebijakan akuntansi pada pendapatan yang meningkat yang lebih signifikan daripada perusahaan-perusaliaan yang merupakan sampel kontrol, dan bahwa pengaruh kumulatif rata-rata pada pendapatan bersih yang dilaporkan dari perubahan-perubahan ini lebih signifikan dari perusahaan yang melakukan pelanggaran. Contoh dari perubahan akuntansi pendapatan yang meningkat termasuk perubahan pada asumsi rencana pensiun, pembatasan pensiun, adopsi sistem persediaan FIFO, dan likuidasi sistem persediaan LIFO.
Sweeney juga melaporkan bahwa dari 130 perusahaan yang melakukan pelanggaran, hanya 53 perusahaan yang memang benar-benar membuat perubahan kebijakan akuntansi selama periode delapan tahun yang dikelilingi pelanggaran. Hal ini, menunjukkan hasil pendahuluan selain fakta bahwa 77 perusahaan tidak sedikitpun membuat perubahan pendapatan yang meningkat. Hal ini menimbulkan pertanyaan terhadap bentuk oportunis yang umum dari hipotesis kesepakatan hutang.
Untuk mengetahui mengapa beberapa perusahaan yang melakukan pelanggaran mengadopsi kebijakan akuntansi untuk meningkatkan pendapatan bersih yang dilaporkan dan mengapa beberapa dari mereka tidak, Sweeney mengidentifikasi perusahaan-perusahaan yang melakukan pelanggaran tersebut yang memiliki fleksibilitas akuntansi dan biaya anggaran yang rendah. Dia menemukan bahwa perusahaan pada sampel perusahaan yang melakukan pelanggaran yang memiliki fleksibilitas rendah dan biaya pelanggaran yang rendah membuat sangat sedikit perubahan dibandingkan perusahaan yang yang tidak memiliki karakter seperti itu, menyatakan bahwa manajer cukup rasional responnya terhadap pelanggaran kesepakatan. Mereka muncul untuk trade-off biaya perubahan kebijakan akuntansi melawan keuntungan-keuntungannya.
3.    Jones (1991) menggunakan hipotesis politik dalam menelaah aksi-aksi perusahaan terhadap pendapatan bersih yang dilaporkan lebih rendah selama penelitian impor yang melegakan. Perasaan lega yang dirasakan pada perusahaan yang dipengaruhi oleh persaingan luar negeri yang tidak sehat, sebagian kecil, terpengaruh oleh keputusan politik. Legislasi perdagangan membolehkan pengakuan pada pengawasan seperti perlindungan tarif untuk perusahaan-perusahaan yang terkena dampak persaingan yang tidak sehat dari persaingan luar negeri. The International Trade Commission (ITC - Komisi Perdagangan Internasional) bertanggungjawab untuk menyelidiki apakah perlu atau tidak hukuman. Penyelidikan ini akan mempertimbangkan faktor-faktor ekonomi seperti penjualan dan keuntungan pada perusahaan yang terkena imbas tersebut.
Namun demikian, tetap ada dimensi politis yang bisa dipertimbangkan terhadap pengakuan adanya bantuan, sejak konsumen pada akhirnya harus membayar harga yang lebih tinggi, dan mungkin terdapat pembalasan oleh negara-negara asing. Penetapan hukuman oleh ITC langsung disampaikan pada Presiden, yang mempunyai 60 hari untuk memutuskan apakah akan melakukan pengakuan kelegaan {grand relief) atau tidak. Jika tidak melakukan pengakuan, Kongres bisa masuk dan tidak akan mengindahkan Presiden.
Namun demikian, kemerosotan dari porfitabilitas itu (walaupun tidak dengan sengaja) tingkat kelegaannya harus diakui. Sebagai hasilnya, perusahaan-perusahaan yang terkena imbasnya memiliki insentif untuk memilih kebijakan akuntansi yang bisa menurunkan lebih banyak pendapatan yang dilaporkan, sehingga bisa menjadi tumpuan kasus mereka. Tentu saja, insentif ini akan diketahui oleh ITC, para politisi, dan publik. Namun, seperti yang dipaparkan Jones, konstitusi-konstitusi ini mungkin tidak mempunyai motivasi untuk manipulasi laba oportunis da1am bentuk apapun. Sebagai contoh, efek dari harga yang lebih tinggi, yang akan mengikuti pengakuan terhadap suatu industri, mungkin tidak cukup kuat secara efektifitas biaya bagi costumer untuk melakukan lobby melawannya. Walaupun mungkin ITC tidak sepenuhnya termotivasi untuk menyesuaikan manipulasi laba jika itu hanya simpati priori terhadap perusahaan yang terkena petisi. Tindakan-tindakan yang merupakan kegiatan pencegahan terhadap munculnya manipulasi laba diperkuat jika agak sulit untuk dideteksi.
Cara yang efektif untuk mengurangi laba yang dilaporkan tetapi sulit dideteksi adalah dengan memanipulasi kebijakan akuntansi yang berhubungan dengan metode akrual. Sebagai contoh, sebuah perusahaan mungkin meningkatkan pembebanan pada depresiasi dan amortisasi, hal ini mungkin menyebabkan pencatatan lebih kewajiban pada produk yang dijaminkan, kontinjensi dan rabat, dan ini mungkin menyebabkan pencatatan provisi yang agak bcrlebih pada akun yang agak meragukan dan persediaan yang sudah tidak dipakai lagi. Ini disebut sebagai discretionary accruals.
Jones menelaah apakah perusahaan yang menggunakan dicretionary accrual menurunkan laba yang dilaporkan atau tidak. Dia mengumpulkan sampel sebanyak 23 perusahaan dari lima industri yang terlibat dalam enam penelitian impor relief oleh ITC dalam periode 1980 sampai 1985.
Agak mudah untuk mengetahui total akrual perusahaan dalam satu tahun. Salah satu pendekatannya adalah dengan mengambil perbedaan antara arus kas operasional dengan pendapatan bersih. Akrual diinterpretasikan dengan lebih luas, menjadi sebuah efek bagi semua kejadian yang dicatat selama tahun yang berbeda dengan arus kas. Namun, perubahan pada piutang dan hutang adalah akrual, seperti juga perubahan pada persediaan. Depresiasi beban adalah akrual negatif, menjadi bagian dari biaya properti, instalasi pabrik, dan peralatan yang dicatat pada tahun tersebut. Jones menggunakan pendekatan persamaan (equivalen approach), dengan perubahan non-kas pada modal kerja tahun berjalan dari neraca perbandingan, depresiasi beban sebagai bahan perhitungan total akrual. Namun demikian, memisahkan total akrual menjadi komponen discretionary dan non-discretionary menimbulkan masalah yang cukup besar. Hal ini disebabkan komponen non-discretionary berhubungan dengan level aktivitas bisnis. Sebagai contoh, jika sebuah perusahaan menderita diakibatkan adanya imbas dari persaingan luar negeri, perusahaan mungkin memiliki piutang yang lebih kecil, perusahaan juga mungkin harus menunda pembayaran kewajiban, dan menghapus sejumlah besar persediaan yang bergerak lamban. Hal-hal ini merupakan akrual negatif tapi mereka bisa disebut sebagai discretionary. Bagaimana mungkin seorang peneliti, yang tidak memiliki akses terhadap perusahaan ataupun hal-hal semacamnya dan harus bekerja dengan menggunakan laporan keuangan, memisahkan mereka dan total akrual sehingga bisa mendapatkan komponen discretionary?
Pendekatan Jones pada masalah ini adalah untuk memperkirakan persamaan regresi berikut ini untuk tiap perusahaan j dalam sampelnya, selama periode awal sampai pada tahun penyelidikan ITC.
Tujuan dari AREVjp adalah untuk mengkontrol akrual non-discretionary dari asset pada tahun berjalan dan kewajiban, dengan dasar bahwa hal ini bergantung pada aktifitas bisnis yang yang diukur melalui penerimaan. Juga PPEjt mengkontrol komponen non-discretionary dari depresiasi beban yang didasarkan pada investasi perusahaan pada capital usxels.
Dengan model regresi ini memperkirakan tiap-tiap perusahaan sampel, Jones menggunakannya untuk memprediksi akrual non-discretionary selama tahun-tahun penelitian 1TC, yaitu

                                Ujp=TAjp-la,+p,jAREVjp+ PPE,,/

Dimana p adalah tahun penelitian, TAjp adalah total akrual perusahaan j untuk tahun berjalan, dan kuantitas yang berada dalam kurung adalah non-disretionary yang diprediksi untuk tahun berjalan dari model regresi. Istilah Ujp adalah untuk menerangkan akrual discretionary untuk tahun p pada perusahaan j. Hipotesis biaya politik memprediksikan bahwa Ujp akan menjadi negatif sehingga perusahaan yang menggunakan akrual discretionary untuk memaksa turun pendapatan bersih yang dilaporkan.  Jones menemukan bukti dari tingkah laku prediksi. Untuk hampir semua perusahaan yang terdapat pada sampel, akrual discretionary seperti yang diperhitungkan dengan menggunakan persamaan adalah negatif secara signifikan pada tahun-tahun penelitian ITC. Akrual yang negatif tidak ditemukan pada tahun-tahun sebelum penelitian ITC maupun sesudahnya. Hasil ini, walaupun tidak sekuat yang diharapkan, menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan yang terkena imbasnya secara sistematis memilih kebijakan yang akrual untuk meningkatkan/memperbaiki kasus mereka dalam perlindungan impor, konsisten dengan hipotesis biaya politik.






D.    Membedakan Bagian Oportunistis Versus Versi Kontrak Pat Yang Efisien
Seperti yang sudah disebutkan, ketiga hipotesis PAT sudah disebutkan dalam bentuk yang oportunis, yaitu mereka mengasumsikan bahwa manajer memilih kebijakan akuntansi untuk memaksimalisasi utilitas relatif mereka yang mereka harapkan terhadap pemberian imbalan mereka dan kontrak hiitang dan biaya politik. Ketiga hipotesis ini juga bisa dinyatakan dalam bentuk efisiensi dengan asumsi bahwa sistem kontrol internal, termasuk monitor dari dewan direktur, oportinisme yang dibatasi, dan memotivasi manajer untuk memilih kebijakan akuntansi yang meminimalisasi biaya kontrak.
Sering kali, kedua bentuk PAT ini menbuat prediksi yang mirip. Sebagai contoh, dari hipotesis rencana bonus, seorang manajer mungkin memilih metode depresiasi garis lurus dibandingkan, katakanlah, declining balance sehingga bisa meningkatkan pemberian imbalan secara oportunistik. Namun demikian, kebijakan yang sama bisa dipilih untuk kepentingan hipotesis bonus untuk alasan efisiensi. Anggap jika metode depresiasi garis lurus mengukur dengan baik opportunity cost terhadap perusahaan yang menggunakan asset tetapnya. Depresiasi garis lurus memberikan hasil pada pendapatan yang dilaporkan yang bisa mengukur kinerja manajer dengan lebih baik. Hasilnya, kebijakan ini akan memotivasi manajer dengan relatif lebih efisien (yang merupakan tujuan bonus itu sendiri sejak dan awal) terhadap kebijakan depresiasi yang lain. Juga, seperti yang diketengahkan Sweeney (1994), jika suatu perusahaan berada dalam bahaya perubahan pada kesepakatan hutangnya terhadap persediaannya yang menggunakan sistem LIFO, hal ini bisa dikatakan sebagai peningkatan oportunistik keuntungan pada beban kreditur. Alternatif lain, jika perubahan yang merugikan muncul dari kepatuhan sebuah aktivitas bisnis, mengurangi perseidiaan bisa menjadi strategi bisnis yang efisien untuk meningkatkan arus kas, terutama pada perusahaan yang mengalami kerugian pajak.
 Konsekuensinya, bisa menjadi sulit untuk menyatakan apakah observasi yang dilakukan perusahaan dalam memilih kebijakan akuntansi didorong oleh oportunistik ataukah efisiensi. Tetapi, tanpa bisa mengetahui kemungkinan-kemungkinan ini, sulit dikatakan bahwa kita mengerti proses pemilihan kebijakan akuntansi. Riset PAT masa ini membahas masaah ini. Sebagai contoh, Christie dan Zimmerman (1994) meneliti pemilihan kebijakan akuntansi dalam sampel perusahaan-perusahaan yang menjadi target pengambilalihan. Alasan mereka adalah jika pemilihan kebijakana kuntansi yang oportunistik muncul, akan menjadi pertahanan pada perusahaan yang akan diambil alih, sementara manajemen berusaha untuk mempertahankan pekerjaan dan reputasi mereka dengan memaksimailisasi pendapatan bersih keadaan keuangan yang dilaporkan. Christie dan Zimmennan menemukan bahwa, bahkan pada sampel semacam itu, efek dari pemilihan akuntansi peningkatan pendapatan relatif sangat kecil. Dari sini, mereka mengambil alasan bahwa perluasan dari oportunisme pada populasi perusahaan yang besar bahkan lebih kecil lagi.
Pada awal tadi sudah kita menyebutkan Sweeney (1994) menemukan bahwa manajer mayoritas memikirkan biaya versus keuntungan dari perubahan kebijakna akuntansi, dan lebih banyak mengubah kebijakan akuntansi didasarkan pada masalah kesepakatan hutang hanya jika hal tersebut efektif dari segi biaya. Jika saja versi oportunistik dari hipotesis kesepakatan hutang muncul, manajer akan cenderung tidak terlalu peduli dengan biaya pada usaha mereka untuk membuat manuver atas masalah-masalah kesepakatan mereka.
Sweeney mengetengahkan bukti-bukti tambahan dalam versi efisiensi PAT dengan mengidentifikasi empat perusahaan dari sampelnya yang bisa saja sudah menunda perubahan dengan mengubah LIFO tetapi memilih untuk tidak melakukannya. Semua perusahaan ini bisa memunculkan biaya pajak substansial jika mereka sudah merubahnya. Dia juga mengidentifikasikan tiga perusahaan yang baru saja memutuskan untuk tidak memunculkan biaya perubahan satu kebijakan akuntansi karena efek pendapatan jika melakukan hal tersebut tidak akan cukup besar untuk menunda perubahan. Secara keseluruhan, hasil temuan Sweeney mendukung kedua versi PAT tapi menyarankan analisis perusahaan yang spesifik dan detail untuk dapat memisahkan keduanya.
Riset Dechow (1994) juga berhubungan dengan kedua versi PAT. Dia berargumentasi bahwa jika akrual adalah hasil yang besar manipulasi hasil oportunistik pada laba yang dilaporkan, pasar yang efisien akan menolak mereka, dalam favor arus kas, dimana kasus arus kas harus lebih diasosiasikan dengan kembalian saham dibandingkan dengan pendapatan bersih. Alternatif lain, jika akrual merefleksikan kontrak yang efisien, pendapatan bersih sehamnya lebih bisa diasosiasikan dengan kembalian saham daripada arus kas. Tes empirisnya, menemukan bahwa pendapatan bersih lebih banyak diasosiasikan dengan kembalian  daripada arus kas. 
Dechow juga berargumen bahwa jika akrual relatif besar, (seperti contohnya pada perusahaan-perusahaan yang tumbuh dengan cepat), pendapatan bersih bahkan harus lebih diasosiasikan lagi dengan kembalian saham, relatif terhadap arus kas, daripada pada saat perusahaan dalam keadaan stabil (dimana arus kas dan pendapatan bersih dalam keadaan seimbang). Tes empirisnya menemukan bahwa ini adalah inti kasusnya, memberikan dukungan lebih jauh terhadap kontrak yang efisien. 

E.    Kesimpulan   
Kesimpulan

Akuntansi adalah seni pencatatan, pengolahan, dan peringkasan transaksi dan kejadian yang bersifat keuangan dengan cara yang berdaya guna dalam bentuk satuan uang, dan penginterprestasian hasil proses tersebut. Sedangkan teori akuntansi merupakan susunan konsep, definisi, dalil yang menyajikan secara sistematis gambaran fenomena akuntansi yang menjelaskan hubungan anatara variable dengan vriabel lainnya dalam struktur akuntansi dengan maksud dapat menjelaskan dan meramalkan fenomena yang mungkin akan muncul.
Periodisasi teori akuntansi dibagi menjadi pre theory period, general scientific period, normative period, dan specific scientific period.
Perumusan teori akuntansi dibedakan menjadi dua pendekatan, yaitu pendekatan informasi dan pendekatan teoritis. Pendekatan informal dibagi dalam pendekatan non teoritis dan pendekatan otoriter, sedangkan pendekatan teoriti dibagi ke dalam pendekatan deduktif , induktif, etik, sosiologis, ekonomi, dan eklektif. Atas dasar tujuannya teori akuntansi diklasifikasikan dalam dua jenis yaitu teori akuntansi normative yang memberikan resep terhadap teori praktek akuntansi, dan teori akuntansi positif yang berusaha menjelaskan dan memprediksikan fenomena yang berkaitan dengan akuntansi.
Dalam teori akuntansi normative, isi akuntansi dianggap sebagai norma peraturan yang harus diikuti, tidak peduli apakah berlaku atau dipraktekkan sekarang atau tidak. Metode ini disebut juga normative accounting research atau normative theory of accounting, yang berguna dalam membahas isu “true income” dan “decision usefulness”.

Berbeda dengan teori akuntansi normatif, teori akuntansi positif berkembang seiring dengan kebutuhan untuk menjelaskan dan memprediksi realitas praktek-praktek akuntansi yang ada di dalam masyarakat. Teori akuntansi positif dimulai dari suatu modal ilmiah, dan kemudian dirumuskan problem penelitian untuk mengamati fenomena yang nyata yang tidak ada dalam teori. Untuk selanjutnya dikembangkan teori untuk mrnjelaskan fenomena tersebut dan melakukan penelitian secara terstruktur dan peraturan yang standar dengan melakukan perumusan masalah, penyusunan hipotesa, pengumpulan data dan pengujian statistic ilmiah, sehingga diketahui apakah hipotesa yang dirumuskan diterima atau tidak.

Senin, 13 Februari 2012

KONSEKUENSI EKONOMI

KONSEKUENSI EKONOMI









1. Gambaran Ikhtisar
Konsekuensi ekonomi adalah konsep yang menegaskan, meskipun implikasi dari teori pasar sekuritas efisien, bahwa pilihan kebijakan akuntansi dapat mempengaruhi / memberi dampak pada nilai perubahaan.
Pemahaman konsep konsekuensi ekonomi tentang pilihan kebijakan akuntansi adalah penting dengan alasan sbb :
1.    Konsep tersebut menarik dalam kebenarannya. Banyak kejadian-kejadian menarik dalam penerapan akuntansi berasal dari konsekuensi ekonomi.
2.    Saran bahwa kebijakan akuntansi tidak penting bertentangan dengan pengalaman akuntan. Banyak akuntansi keuangan berfokus pada diskusi dan argumen tentang kebijakan akuntansi mana yang harus dipakai dalam kondisi yang berbeda. Konsep konsekuensi ekonomi konsisten dengan pengalaman dunia nyata.
3.    Adanya konsekuensi ekonomi menimbulkan pertanyaan tentang mengapa mereka ada. Hal ini muncul dari kontrak yang disetujui oleh perusahaan, khususnya kontrak kompensasi eksekutif dan kontrak hutang. Dengan melihat bahwa masalah kebijakan akuntansi, kebijakan tertentu yang digunakan oleh perusahaan, waktu dan sifat perubahan dalam pada kebijakan tersebut dapat menjadi sumber informasi penting bagi investor meskipun implikasi pasar efisien.

2. Munculnya Konsekuensi Ekonomi
Salah satu akun yang paling persuasif dari konsekuensi ekonomi ada dalam artikel Stepen Zeff (1978) dengan judul "The Rise of Economic Consequences". Pertanyaan dasar yang muncul masih relevan hingga kini. Zef mendefinisikan konsekuensi ekononomi sebagai "dampak laporan akuntansi pada perilaku pembuatan keputusan pada bisnis, pemerintah dan kreditor". Esensi dari definisi tersebut adalah bahwa laporan akuntansi dapat mempengaruhi keputusan riil yang dibuat oleh manajer (atau pihak lain), daripada secara sederhana mencerminkan hasil dari keputusan tersebut. Zeff mendokumentasikan beberapa contoh dimana bisnis, asosiasi industri, dan pemerintah berusaha untuk mempengaruhi atau telah mempengaruhi standar akuntansi yang dibuat oleh Accounting Principle Board (pendahulu FASB) dan pendahulunya The Committee on Accounting Procedure.
"Intervensi pihak ketiga" ini, seperti yang disebut oleh Zeff, memperumit penyusunan standar akuntansi. Jika kebijakan akuntansi tidak penting, pemilihan kebijakan tersebut akan dilakukan secara ketat antara badan pembuat standar akuntansi, dan audior yang tugasnya mengimplementasikan standar, karena mereka adalah bagian utama yang terlibat dalam pemilihan kebijakan akuntansi. Jika hanya bagian ini yang terlibat, model akuntansi yang sederhana, berdasarkan konsep yang diketahui seperti pencocokan biaya dan pendapatan, realisasi, dan konservatisme, dapat diterapkan dengan tak ada satupun, selain bagian yang terlibat, akan peduli kebijakan spesifik apa yang digunakan. Dengan kata lain, pilihan kebijakan akuntansi akan netral pada dampaknya.

3. TRANSLASI PERTUKARAN ASING - PENERAPAN DAN TEORI
Review SFAS 8
Pada Oktober 1975, FSAB mengeluarkan SFAS 8. standar ini membutuhkan penggunaan metode temporal pada translasi. Untuk memahami metode ini, kita perlu me-review perbedaan antara item neraca saldo nonmoneter dan moneter.
Nonmoneter item terdiri dari persediaan dan asset modal. Poin utama yang diperhatikan adalah bahwa jumlah arus kas yang diterima dapat berfluktuasi karena perubahan kondisi pasar atau tingkat harga. juga perusahaan dapat menyesuaikan harganya untuk merespon inflasi, mempengaruhi harga penjualan secara merugikan. Jadi, nilai pasar persediaan dapat turun, dalam kasus dimana arus kas masa depan dari penggunaan aset modal perusahaan akan terpengaruh.
Monetary item meliputi item seperti kas dan piutang, serta pada bagian kewajiban, hutang dan hutang obligasi, dengan catatan bahwa jumlah yang diterima atau dibayar adalah tetap. Jadi, perubahan kondisi ekonomi tidak mempengaruhi fakta bahwa perusahaan memiliki $100 pada aktiva dan hutang jangka panjang $1,000. Monetary item berbeda dengan nonmonetary item karena jumlah yang dibayar atau diterima adalah tetap berdasarkan kontrak, mengingat, jumlah yang diterima dapat bervariasi dengan perubahan harga dan kondisi ekonomi lainnya.
Dalam metode temporal pada translasi, nonmonetary item pada neraca saldo dalam pembukuan asing ditranslasikan ke dalam mata uang perusahaan induk, pada tarif pertukaran ketika aset-aset tersebut diperoleh. Kita menyebut tarif ini sebagai tarif historis. Monetari item yang ditranslasikan pada tarif pertukaran pada tanggal laporan keuangan, disebut tarif kini (current rate), jika tarif kini berubah selama tahun itu, maka jumlah aset moneter atau hutang yang ditranslasi juga akan berubah dari saldo awalnya, meskipun saldonya tidak berubah dalam mata uang asing. Hal ini membuat penyesuaian translasi.

Review SFAS 52 
Sebagai hasil dari penyebarluasan fokus yang sama dengan yang ditimbulkan oleh manajemen Massey-Ferguson, FASB memutuskan di tahun 1979 untuk menguji ulang akuntansi untuk translasi mata uang asing. Hasilnya adalah SFAS 52, yang dikeluarkan pada Desember 1981. Figure 7-1 meringkas beragam metode translasi yang diperlukan dalam SFAS 52.Pikirkan proses tiga tahap. Tahap pertama adalah pembukuan laporan keuangan asing dalam mata uang lokalnya. Dalam tahap 2, laporan keuangan ini ditranslasikan ke dalam pembukuan mata uang fungsional menggunaka metode temporal (kecuali mata uang lokal adalah mata uang fungsional). Dalam tahap 3, laporan mata uang fungsional ditranslasikan (kecuali mata uang fungsionalnya adalah dollar US) ke dollar US mengunakan metode tarif sekarang.
Ingat bahwa penyesuaian translasi yang muncul dalam dua kasus pengecualian - operasi asing yang terintegrasi dan ekonomi inflasi tinggi - harus dimasukkan dalam pendapatan bersih kini dalam SFAS 52,seperti dalam SFAS 8.

Teori Ekonomi Penentuan Tarif Pertukaran
Paritas Daya Beli. 
Dasar dari teori ini adalah bahwa mata uang mewakili daya beli pada barang atau jasa dan memaksa pasar akan beroperasi pada tarif pertukaran untuk mempertahankan daya beli tetap konstan dalam negara-negara yang berbeda.
Teori paritas daya beli juga diterapkan dalam ekonomi inflasi tinggi karena inflasi adalah salah satu alasan mengapa daya beli dapat berbeda di tiap negara. Negara yang mengalami inflasi tinggi relatif pada apa yang dapat diharapkan negara lain untuk melihat penurunan yang berlanjut dalam nilai mata uangnya pada pasar mata uang asing dan defisit dalam neraca saldonya. Salah satu alasan mengapa harga daging bisa mencapai $5 di Amerika adalah inflasi domestiknya. Maka, seperti yang disarankan dalam contoh, nilai dollar Amerika menurun relatif terhadap mata uang asing dan neraca saldo Amerika mengalami defisit seiring dengan tekanan konsumen untuk membeli mata uang asing untuk mendapatkan harga daging asing yang lebih murah. Nilai mata uang negara pada pasar pertukaran asing kemudian akan jatuh dalam usaha untuk memperbaiki keseimbangan.
Pengujian empiris teori paritas daya beli telah menunjukkan bahwa teori ini menahan selama periode waktu, namun beragam faktor dapat menyebabkan tarif pertukaran berperilaku secara berbeda dalam waktu singkat tergantung dari apa yang akan diprediksi oleh teori tersebut.

Paritas Tarif Bunga.
Teori lain penentuan tarif pertukaran berdasar pada tarif bunga. Dasar dari teori ini adalah bahwa tarif bunga yang tinggi dalam suatu negara akan mendorong arus modal ke negara tersebut. Hal ini akan menciptakan permintaan pada mata uang negara tersebut dalam pasar pertukaran asing dan nilai untuk mata uang tersebut.
Untuk tujuan kita. hal utamanya adalah bahwa teori paritas daya beli mengimplikasikan kebalikan hubungan antara tingkat harga barang dan jasa dalam suatu negara dan nilai mata uang negara tersebut pada pasar pertukaran asing. Jadi, harga domestik yang tinggi mengimplikasikan sisa defisit pembayaran yang membawa pada pengurangan nilai mata uang, dan sebaliknya. Teori paritas daya beli tidak membuat hubungan seperti itu karena hal ini berkonsentrasi pada arus modal ketimbang harga barang dan jasa.
Sekarang kita dapat mempertimbangkan pengaruh teori tersebut dalam akuntansi untuk konversi pertukaran dan hasil penyesuaian translasi.

Kritik SFAS 8 dan SFAS 52
Menurut SFAS 52, tujuan dasar translasi mata uang asing adalah untuk menyediakan informasi yang secara umum cocok dengan dampak ekonomi yang diharapkan dari perubahan tarif pada arus kas dan ekuitas perusahaan. Tujuan ini dirasa masuk akal dan konsisten dengan SFAS 1 dalam Kerangka Konseptual FASB. Karena itu, kita akan menggunakannya sebagai dasar untuk kritik kita.
SFAS 52 juga mengacu pada kritik pervasif bahwa translasi dalam SFAS 8 tidak mencerminkan kenyataan yang mendasari operasi asing. Tentunya, Massey-Ferguson akan setuju degan kritik ini. Namun, kita akan berargumen bahwa SFAS 8 konsisten dengan teori paritas daya beli dan pada tingkat yang lebih rendah, dengan teori paritas tingkat bunga pada perubahan tarif pertukaran. Kadang, sulit untuk melihat SFAS 52 konsisten dengan kedua teori ini.
Dampak yang dihasilkan dalam SFAS 8 adalah tidak ada kerugian atau keuntungan pada aktiva nonmoneter yang dicatat dalam SFAS 8 ketika tarif pertukaran asing berubah karena aktiva tersebut ditranslasikan pada tarif historis. Jadi, SFAS 8 konsisten dengan teori paritas daya beli, paling tidak berhubungan dengan aktiva nonmoneter.
Hal ini juga dianggap bahwa SFAS 8 konsisten dengan teori paritas tingkat bunga, paling tidak sejauh konsentrasi pada kewajiban bersih moneter. Dalam paritas tingkat bunga, nilai mata uang asing akan melemah dalam pasar pertukaran asing jika tingkat bunga ekonomi asing akan turun relatif terhadap tingkat bunga di negara lain. Tingkat bunga yang lebih rendah pada ekonomi asing berarti bahwa perusahaan yang dikonsolidasi dapat membayar kembali kewajiban bersih moneternya dan meminjam kembali pada tingkat bunga yang lebih rendah; yaitu, perusahaan tersebut mendapat keuntungan (asumsikan tak ada penalti untuk pembiayaan ulang). Karena itu, pemasukan keuntungan dan kerugian translasi pada kewajiban bersih moneter dalam SFAS 8 juga dianggap konsisten dengan teori paritas tingkat bunga.
Karena teori paritas tingkat bunga tidak membuat hubungan langsung antara tingkat harga dalam ekonomi asing dan tarif pertukaran, maka sulit untuk menilai apakah hal ini konsisten dengan translasi SFAS 8 pada aktiva nonmoneter pada tarif historis.

Konsekuensi Ekonomi SFAS 8
Manajemen perusahaan-perusahaan multinasional diintervensi dalam proses penyusunan standar yang berhubungan dengan translasi pertukaran asing. Reaksi manajemen Massey-Ferguson adalah tipikal dan konsisten dengan dampak konsekuensi ekonomi yang dideskripsikan oleh Zeff. Terlihat bahwa intervensi pemilik manajemen cukup mampu bahwa FASB mundur dan SFAS 8 pada alternatif yang lebih dapat diterima secara politik, atau dalam istilah Zeff, altemnatif yang lebih "delicately balanced", meski dukungan yang dapat dipertimbangkan untuk SFAS 8 dalam teori ekonomi.
Tapi SFAS 8 tidak memiliki pengaruh arus kas langsung. Keuntungan dan kerugian pertukaran hanyalah item kertas. Jadi, dalam teori pasar efisien, harga saham perusahaan multinasional yang terpengaruh tidak akan dipengaruhi oleh kerugian dan keuntungan pertukaran; yaitu nilai pasar saham ini tidak boleh terpengaruh oleh metode tertentu yang digunakan untuk konversi pertukaran asing. Dengan kata lain, tidak boleh ada konsekuensi ekonomi.

4. ERC PERUSAHAAN MULTINASIONAL
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, perubahan yang membawa pada pendapatan bersih yang dilaporkan oleh SFAS 8 akan meningkatkan manfaat keputusan jika hak ini mencerminkan perusahaan asing. Namun, manfaat keputusan akan menurun pada tingkat bahwa perubahan tersebut secara sederhana menimbulkan "noise" pada pendapatan bersih. Tapi, noise akan menurunkan probabilitas ini, yang membawa pada revisi keyakinan yang rendah.
Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan menguji REC perusahaan yang terpengaruh. Hal ini telah dilakukan oleh Collins dan Salatka (1993), yang menguji koefisien respon pendapatan 3 bulanan dari sample 27 perusahaan multinasional US selama periode SFAS 8 (1976-1980) dan SFAS 52 (1983-1987). Collin dan Salatka mengatakan bahwa dampak noise mendominasi, mereka memprediksikan bahwa REC perusahan multinasional selama periode SFAS 8 harus lebih rendah dari REC perusahaan yang sama dalam periode SFAS 52. Mereka juga mengatakan bahwa REC dari sample kendali 27 perusahaan multinasional tidak boleh berubah antara dua periode karena perusahaan non multinasional tidak akan terpengaruh oleh transisi dari satu standar ke standar lain. Sample kendali yang dipilih sama dengan sample multinasional dalam hal ukuran dan industri.

5. AKUNTANSI UNTUK KREDIT PAJAK INVESTASI
Pemerintah kadang memberikan manfaat pada perusahaan untuk mempengaruhi keputusan mereka dalam hal yang diinginkan oleh kebijakan pemerintah. Ketika manfaat ini meluas ke aktiva tetap, beberapa masalah akuntansi dapat muncul. Jika kebijakan akuntansi yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah ini dilihat sebagai penghambat pencapaian kebijakan, pemerintah juga dapat dilibatkan dalam konsekuensi ekonomi.
Kontroversi kredit-pajak investasi (ITC) yang terkenal pada tahun 1962 memberikan contoh yang sempurna. The 1962 Revenue Act memberikan kredit pada perusahaan dengan tarif yang berlawanan dengan hutang pajak. Bagi sebagian besar perusahaan, kreditnya adalah 7% dari investasi saat itu dalam aktiva tetap yang dapat disusutkan seperti pabrik dan peralatan. Kebijakan ini dirancang untuk mendorong investasi dan membantu perusahaan menjadi intensif modal.
Dalam akuntansi biaya historis, beberapa cara untuk menghitung ITC dengan cepat, yaitu ;
a.    Jumlah kredit dapat dimasukkan pada pendapatan tahun dimana kredit didapatkan, dengan menggunakannya untuk mengurangi pengeluaran pajak pendapatan.
b.    Jumlah kredit dapat digunakan untuk mengurangi biaya aktiva tetap yang berhubungan. Dengan cara ini, hal etrsebut dimasukkan dalam pendapatan selama umum aktiva dengan mengurangi pengeluaran depresiasi.
c.    Jumlah kredit dapat dianggap sebagai kredit yang dibedakan pada neraca saldo dan dimasukkan dalam pendapatan selama umur aktiva yang berhubungan. Hal ini akan memiliki dampak yang sama pada pendapatan bersih yang dilaporkan sebagai alternatif kedua, tapi neraca saldonya akan berbeda.
d.    Metode 48-52. Alternatif ini diterapkan jika dasar biaya aktiva untuk keperluan depresiasi pajak dikurangi dengan kredit. Lalu, jika tarif pajak adalah 52%, perusahaan sesungguhnya untung hanya 48% dari kredit. 48 % ini dimasukkan dalam pendapaan tahun itu, sebagai alternatif pertama, dengan 52% yang dikreditkan pada pajak pendapatan yang dibedakan.

6. REAKS1 PASAR SAHAM PADA USAHA-SUKSES AKUNTANSI DALAM INDUSTRI MINYAK DAN GAS
Ilustrasi ke tiga kita tentang konsekuensi ekonomi juga menyinggung gas dan oli, meskipun fokus kedua hal ini berbeda. Dua contoh sebelumnya berfokus pada reaksi pemerintah dan manajemen pada kebijakan akuntansi. Di sini kita akan melihat pada reaksi investor. Mengingat lagi bahwa dalam teori pasar efisien yang dibahas dalam bab 4, seharusnya tak ada pengaruh pada harga saham perusahaan yang timbul dari perubahan kebijakan akuntansi jika perubahan kebijakan akuntansi tidak mempengaruhi arus kas. Konsekuensinya, jika harga saham yang diobservasi mengikuti perubahan dalam kebijakan akuntansi yang tidak memiliki pengaruh pada arus kas, observasi seperti itu akan menimbulkan. pertanyaan tentang teori pasar efisien atau menguatkan argumen konsekuensi ekonomi. Hal tersebut harus sama sekali tidak diambil untuk menjamin bahwa reaksi harga saham akan diobservasi.
Ulasan kita di sini berdasar pada artikel Lev, "The Impact of Accounting Regulation on the Stock Market; The Case of Oil and Gas Companies 1979). Penelitian Lev berkonsentrasi pada SFAS 19, yang dikeluarkan pada tahun 1977. Laporan tersebut meminta bahwa semua perusahaan oli dan gas US menghitung biaya explorasinya dengan menggunakan metode successful-efforts (SE). Artikel Lev masih relevan hingga saat ini karena hal ini meninggalkan salah satu dari sedikit penelitian untuk mendokumentasikan respon pasar pada perubahan kebijakan akuntansi yang tidak memiliki dampak pada arus kas.
Adalah bermanfaat untuk merenungkan alasan yang mungkin bagi reaksi pasar. Seperti yang dibahas oleh Lev, salah satu kemungkinannya adalah inefisiensi pasar sekuritas -mungkin ini adalah keanehan lain. Namun, dalam pandangan banyak penelitian empiris, yang hasilnya konsisten dengan efisiensi pasar sekuritas, penjelasan ini agaknya tidak mungkin. Alasan lain dapat disarankan, salah satunya adalah bahwa manajer perusahan FC dapat menghadapi kesulitan meningkatkan modal atau dapat mengurangi aktivitas explorasinya, sesekali mereka dipaksa untuk menggunakan SE. Alasan lain adalah bahwa pengurangan dalam pendapatan bersih yang dilaporkan dan ekuitas pemegang saham yang mengikuti hubungan pada penggantian SE dapat mempengaruhi bonus-bonus manajemen dan rasio perjanjian hutang. Pasar dapat bereaksi pada respon manajer disfungsional yang mungkin terjadi pada masalah seperti ini.
Namun demikian, sementara kita tidak mengetahui alasannya, hasil penelitian Lev menyarankan bahwa pasar bereaksi pada kejadian akuntansi yang tidak memiliki implikasi arus kas. Hal ini adalah fakta bahwa perubahan kebijakan akuntansi yang dimandatkan dapat memiliki dampak harga sekuritas, menguatkan argumen konsekuensi ekonomi.

7. HUBUNGAN ANTARA TEORI PASAR EFISIEN DAN KONSEKUENSI EKONOMI
Pada poin ini, kita mungkin memiliki kejanggalan lain. Teori pasar efisien memprediksi tak ada reaksi harga sekuritas pada perubahan, kebijakan akuntansi yang tidak mempengaruhi profitabilitas yang mendasari dan arus kas; Jika tidak ada reaksi harga sekuritas (implikasikan tak ada perubahan dalam biaya modal perusahaan), hal ini tidak jelas mengapa manajemen dan pemerintah harus memperhatikan secara khusus tentang kebijakan akuntansi yang digunakan oleh perusahaan. Dengan kata lain, teori pasar efisien, mengimplikasikan pentingnya pengungkapan penuh termasuk pengungkapan kebijakan akuntansi. Namun, sekali pengungkapan penuh atas kebijakan akuntansi dibuat, pasar akan menginterpretasikan nilai sekuritas perusahaan yang berhubungan dengan kebijakan yang digunakan dan tidak akan dipermainkan oleh beragam pendapatan bersih yang dilaporkan yang timbul dari kabijakan akuntansi yang berbeda.
Namun, dalam tiga bidang pilihan kebijakan akuntansi, kita telah melihat bahwa tiga anggota dari pengguna laporan keuangan - manajemen, pemerintah dan investor - memang bereaksi pada perubahan dokumen dalam kebijakan akuntansi. Keunggulan reaksi manajemen agaknya mengejutkan, meskipun melibatkan permohonan pada otoritas pemerintahan untuk mengintervensi kepentingannya. Berbagai reaksi ini diringkas dalam konsep konsekuensi ekonomi; yaitu, pilihan kebijakan akuntansi dapat menjadi masalah meski dalam ketiadaan dampak arus kas.
Jadi, kebijakan akuntansi memiliki potensi untuk mempengaruhi keputusan riil manajemen, termasuk keputusan untuk mengintervensi baik untuk atau menentang standar akuntansi yang diusulkan. Aspek "kibasan ekor anjing" pada konsekuensi ekonomi ini lebih mengejutkan karena banyak fakta mengajurkan bahwa perubahan utama sekuritas digambarkan dengan oleh teori pasar sekuritas efisien.

Teori Kebermanfaatan


PENDEKATAN INFORMASI DALAM KEBERMANFAATAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN


Akuntansi telah menyatakan bahwa harga pasar saham memang merespon informasi akuntansi. Bukti kuat pertama dari reaksi pasar saham pada pengumuman laba disediakan oleh penelitian Ball dan Brown pada tahun 1968. Sejak itu telah banyak penelitian empiris telah mendokumentasikan berbagai aspek dari respon pasar saham.
Tanpa keputusan beli/jual saham, tidak akan ada volume perdagangan atau pergerakan harga saham. Informasi akuntansi dikatakan bermanfaat bila informasi ini mengarahkan para investor untuk merubah keyakinan dan tindakan mereka. Selanjutnya tingkat kebermanfaatan untuk para investor dapat diukur melalui peningkatan volume atau perubahan harga mengikuti informasi yang dikeluarkan.
Persamaan dari kebermanfaatan isi informasi akuntansi disebut Pendekatan Informasi untuk kebermanfaatan pengambilan keputusan dari pelaporan keuangan, suatu pendekatan yang mendominasi teori akuntansi keuangan dan penelitian sejak 1968. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, riset-riset empiris telah menunjukkan bahwa paling tidak sebagian dari informasi akuntansi dipersepsikan bermanfaat. Selanjutnya, pendekatan informasi menegaskan bahwa riset-riset empiris dapat membantu akuntan untuk lebih meningkatkan kebermanfaatan informasi dengan membiarkan respon pasar menunjukkan informasi kepada mereka bukan dinilai oleh investor.

  1. RINGKASAN PERMASALAHAN DALAM PENELITIAN
Reasons for Market Response
Mengapa kita memprediksi bahwa harga pasar saham suatu perusahaan akan merespon informasi laporan keuangan perusahaan tersebut. Alasannya adalah :
  1. Investor telah memiliki keyakinan awal mengenai performance suatu perusahaan, terkait dengan deviden, arus kas dan atau laba, yang mempengaruhi ekspektasi return dan resiko saham perusahaan.
  2. Pada saat perusahaan mengeluarkan informasi tentang laba bersih tahunan, investor tertentu akan memutuskan untuk menggali informasi lebih dalam dengan menghitung angka-angka laba tersebut. Contoh : bila laba bersih tinggi, atau lebih tinggi dari harapan investor maka hal ini adalah informasi bagus. Demikian sebaliknya.
  3. Investor yang merubah keyakinan awalnya mengenai predisi performance suatu saham akan meningkatkan pembelian saham perusahaan pada harga pasar sekarang.
  4. Kita akan berharap untuk mengamati peningkatan volume saham yang diperdagangkan saat perusahaan melaporkan laba bersihnya.
Beaver (1968) melalui suatu penelitian klasik menguji Reaksi volume transaksi perdagangan saham. Beaver menemukan suatu peningkatan yang dramatis dalam volume perdagangan pada minggu pelepasan informasi pengumuman laba. Reaksi harga pasar dapat menyediakan suatu pengujian yang kuat atas kebermanfaatan pengambilan keputusan dibandingkan reaksi volume saham.




Finding the Market Response
1.    Teori efisiensi pasar menegaskan bahwa pasar akan bereaksi cepat terhadap informasi yang baru dikeluarkan. Sehingga penting untuk mengetahui kapan suatu laporan laba bersih akan diketahui oleh publik.
2.    Berita bagus atau berita buruk dalam laporan laba bersih biasanya dievaluasi secara relatif terhadap apa yang menjadi harapan investor. Berita bagus akan memicu perubahan / revisi keyakinan investor terhadap performance perusahaan.
3.    Selalu saja terdapat event yang mempengaruhi harga dan volume saham. Artinya suatu respon pasar terhadap pengumuman laba sangat sulit ditemukan.

Separating Market-Wide and Firm-Specific Factors
Persamaan model pasar:
Rjt = αj + βjRMt + єjt
Para peneliti akan memperoleh data yang lalu pada Rjt dan RMt dan menggunakan analisis regresi untuk menentukan koefisien model. Misalnya ini menghasilkan αj = 0,0001 dan βj 0,080.

Comparing Returns and Income
Peneliti empris dapat sekarang membandingkan keuntungan saham menyimpang pada hari 0 seperti dihitung diatas dengan komponen tak terduga dari pendapatan net terlapor terbaru dari perusahaan. Jika pendapatan net tak terduga ini adalah “berita baik” (yaitu, pendapatan net tak terduga yang positif) kemudian, diberikan efisiensi pasar keamanan, keuntungan menyimpang positif merupakan bukti bahwa investor rata-rata bereaksi bermacam-macam terhadap berita baik tak terduga pada pendapatan. Garis yang sama dari alasan terlaksana jika pengumuman pendapatan terbaru adalah berita buruk.
  1. THE BALL AND BROWN STUDY
Pada tahun 1968, Ball dan Brown menjadi orang pertama yang menemukan bukti ilmiah bahwa return saham perusahaan merespon isi informasi dalam laporan keuangan perusahaan. Tipe penelitian ini disebut Event Study, karena penelitian ini mempelajari reaksi pasar saham atas suatu even khusus, dalam penelitian itu kasusnya adalah pengumuman laba bersih tahunan suatu perusahaan.
Salah satu hasil terpenting dari penelitian Ball dan Brown adalah bahwa penelitian itu telah membuka pembahasan isu-isu kebermanfaatan informasi.
BB meneliti sampel dari 261 perusahaan Bursa Efek New York (NYSE) selama sembilan tahun sejak 1957 sampai 1965. Mereka berkonsentrasi pada isi informasi pendapatan, pada eksklusi komponen pernyataan finansial informatif secara potensial yang lain seperti struktur likuiditas dan modal. Satu alasan untuk ini, seperti disebutkan sebelumnya, adalah pendaptan untuk perusahaan NYSE diumumkan secara tipikal dalam media sebelumnya pada peluncuran aktual laporan tahunan supaya relatif mudah untuk menentukan saat informasi pertama tersedia secara publik.

Tugas pertama BB adalah untuk mengukur isi informasi pendapatan, yaitu, apakah pendapatan terlapor lebih besar daripada apa yang diharapkan pasar (GN), atau kurang dari yang diharapkan (BN). Tentu saja, ini membutuhkan wakil untuk harapan pasar. Satu wakil yang mereka gunakan adalah pendapatan aktual tahun lalu, dari yang mengikuti bahwa pendaptan tak terduga adalah hanya perubahan pendapatan. Jadi, perusahaan dengan pendapatan lebih tinggi daripada tahun lalu diklasifikasikan sebagai GN, dan sebaliknya.



C.   TINGKAT-TINGKAT PENGHASILAN VERSUS PERUBAHAN-PERUBAHAN PENGHASILAN
Mengingat bahwa BB mendefinisikan muatan informasi penghasilan dengan perbedaan antara yang sebenarnya dan yang diharapkan, di mana penghasilan-penghasilan yang diharapkan diperkirakan sebagai penghasilan sebenarnya tahun lalu. Alasan untuk bekerja dengan penghasilan-penghasilan yang tak diharapkan.

D.   HASIL-HASIL STUDI BB
Pada perbandingan perubahan-perubahan penghasilan-penghasilan yang tidak diharapkan dengan pengembalian-pengembalian sekuritas abnormal, BCW menemukan bahwa makin besar perubahan pada penghasilan-penghasilan yang tidak diharapkan, makin besar respon pasar sekuritas. Hasil ini sesuai dengan CAPM dan dengan pendekatan kegunaan keputusan, karena makin besar perubahan-perubahan penghasilan-penghasilan yang tidak diharapkan makin banyak investor yang akan memperbaiki ke atas perkiraan-perkiraan mereka tentang kekuatan penghasilan perusahaan yang akan datang dan pengembalian-pengembalian yang dihasilkan dari investasi mereka, hal-hal lain sama.
Juga, sejak tahun 1968, para peneliti akuntansi telah mempelajari respon pasar terhadap pendapatan bersih di bursa-bursa efek lain, di negara-negara lain, dan untuk laporan-laporan penghasilan tiap kuartal, dengan hasil-hasil serupa. Pendekatan tersebut telah digunakan untuk mempelajari respon pasar terhadap informasi yang terdapat dalam standar-standar akuntansi baru, perubahan-perubahan auditor, dll. Di sini, bagaimanapun juga, kita akan berkonsentrasi pada apa yang mungkin merupakan perluasan BB yang terpenting, koefisien-koefisien respon penghasilan-penghasilan. Macam penelitian ini mengajukan suatu pertanyaan yang berbeda dari BCW, yaitu, untuk suatu jumlah tertentu dari penghasilan-penghasilan yang tidak diharapkan, apakah respon pasar sekuritas lebih besar untuk beberapa perusahaan daripada untuk yang lain?

  1. EARNING RESPONSE COEFFICIENTS
Mengapa pasar saham akan memberi respon lebih kuat terhadap berita baik/berita buruk atas laba untuk satu perusahaan dan tidak untuk perusahaan lain? Bila jawaban dari pertanyaan ini dapat dijawab maka para akuntan akan dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang bagaimana informasi akuntansi bermanfaat bagi investor.
Konsekuensinya satu arahan yang paling penting adalah penelitian empiris akuntansi keuangan yang mengikuti Brown dan Ball telah mengidentifikasi dan menjelaskan berbagai macam respon pasar yang berbeda terhadap informasi laba. Hal ini disebut  penelitian earning response coefficient (ERC).
ERC mengukur peningkatan abnormal return saham dalam merespon komponen yang tidak diharapkan dalam pengumuman laba perusahaan yang mengeluarkan saham.
Berbagai macam respon pasar yang berbeda disebabkan oleh beberapa hal berikut :
  1. Beta
  2. Struktur Modal
  3. Kualitas Earning
  4. Pertumbuhan kesempatan
  5. Kesamaan dalam harapan investor
  6. Nilai informasi dari Harga saham

Mengapa para akuntan seharusnya memperhatikan respon pasar terhadap informasi akuntansi keuangan adalah karena pemahaman yang berkembang mengenai respon pasar mengarahkan bahwa respon pasar dapat lebih meningkatkan kegunaan pengambilan keputusan atas laporan keuangan.
F.    IMPLIKASI PENELITIAN ERC
            Pada dasarnya, alasannya adalah bahwa pemahaman yang membaik tentang respon pasar menunjukkan cara-cara bahwa mereka dapat memperbaiki lebih lanjut kegunaan keputusan laporan-laporan keuangan. keadaan terus-menerus dan kualitas penghasilan-penghasilan untuk ERC berarti bahwa penyingkapan komponen-komponen pendapatan bersih adalah berguna bagi para investor.



BAB 6 SCOOT
PENDEKATAN PENGUKURAN KEBERMANFAATAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN


Definisi pendekatan pengukuran
Perspektif pengukuran (measurement perspective) terhadap pelaporan keuangan adalah suatu pendekatan yang menuntut akuntan untuk melaksanakan tanggungjawab memasukkan nilai wajar terhadap laporan keuangan pokok, dengan reliabilitas yang masih rasional, yang berarti meningkatnya tanggungjawab akuntan untuk membantu investor dalam memprediksi kinerja masa depan perusahaan.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan relevansi laporan keuangan, tetapi jangan meninggalkan reliabilitasnya dalam rangka membantu investor mengambil keputusan.
Measurement perspective dapat meningkatkan earnings quality dengan semakin relevannya informasi akuntansi. Apabila informasi akuntansi semakin relevan, maka reaksi investor terhadap informasi tersebut akan semakin besar.
Namun demikian, measurement perspective juga dibatasi oleh reliabilitas. Metode fair value yang dapat dimasukkan dalam laporan keuangan pokok adalah metode yang tidak mengakibatkan menurunnya reliabilitas laporan keuangan tersebut.
Measurement perspective berusaha untuk meningkatkan relevansi informasi akuntansi. Akuntan mengambil tanggungjawab untuk membantu investor dengan cara menggunakan pengukuran fair value terhadap laporan keuangan pokok. Akan tetapi, sesuai dengan SFAC 2 menyatakan bahwa ada dua kualitas informasi pokok, yaitu relevansi dan reliabilitas, yang harus dijaga keseimbangannya.
Apabila hanya memperhatikan relevansi, maka reliabilitas akan berkurang dan menyebabkan laporan keuangan tidak bisa diaudit. Akuntan publik yang merupakan ujung tombak profesi akuntansi tidak lagi bisa berjalan karena laporan keuangan tidak bisa diaudit. Karena itu, batasan measurement perspective adalah berusaha untuk menggunakan pengukuran yang berorientasi pada fair value terhadap laporan keuangan pokok asalkan kualitas reliabilitas laporan keuangan pokok tersebut tidak berkurang.

  1. Apakah Pasar Saham Efisien Sepenuhnya?
    1. Teory Prospek
Kahneman dan Tversky (1979) menyajikan bukti empiris terjadinya pelanggaran aksioma EUT (Expected Utility Theory). Berdasarkan aksioma EUT, dalam kondisi ketidakpastian, orang akan memilih pilihan yang menghasilkan expected utility terbesar. Mereka menamainya teori prospek (prospect theory).
Teori prospek adalah teori yang menjelaskan bagaimana seseorang mengambil keputusan dalam kondisi tidak pasti. Substansi teori prospek adalah proses pembuatan keputusan individual yang berlawanan dengan pembentukan harga yang biasa terjadi di ilmu ekonomi.
Aksioma-aksioma dalam teori prospek (PT) meliputi:
è  Reference point.
         PT. Orang menentukan laba atau rugi berdasarkan reference point, bukan nilai absolut laba atau rugi tersebut. Utilitas adalah fungsi dari laba atau rugi relatif terhadap benchmark (reference point).
         EUT. Orang menentukan laba atau rugi berdasarkan nilai absolut kekayaan. Utilitas adalah fungsi dari nilai kekayaan absolut (tidak ada reference point).
è  Utility function.
         PT. Dalam domain laba, orang risk averse; dalam domain rugi, orang risk seeking. Fungsi utilitas adalah cekung pada domain laba dan cembung pada domain rugi.
         EUT. Orang diasumsikan selalu bersikap risk averse. Fungsi utilitas adalah cembung baik pada domain laba maupun pada domain rugi
è Loss aversion
         PT. Loss aversion adalah tendensi orang lebih mengutamakan menghindari rugi daripada memperoleh laba. Rugi memiliki kekuatan (power) psikologis sebanyak dua kali lipat daripada laba. Overweight terhadap rugi dan underweight terhadap laba. Berubah 1% dari 2% ke 3% lebih bernilai besar daripada berubah 1% dari 30% ke 31% (diminishing sensitivity).
         EUT. Laba atau rugi tidak dapat didefinisikan karena teori ini tidak memiliki reference point untuk mengukur laba atau rugi tersebut.

    1. Apakah Beta Mati?
Beta adalah pengukur volatilitas return suatu sekuritas terhadap return pasar. Beta menggambarkan besarnya perubahan harga suatu saham tertentu dibandingkan dengan perubahan harga pasar.
Beta pasar diestimasi dengan menggunakan return historis sekuritas dan pasar, misalnya 200 hari untuk return harian. Beta pasar dapat diestimasi dengan CAPM.
Beta merupakan konsep yang penting dalam akuntansi keuangan karena beta merupakan pengukur risiko sistematis suatu sekuritas terhadap risiko pasar.
Risiko sistematis adalah risiko yang tidak dapat didiversifikasi melalui portofolio. Risiko ini menggambarkan faktor ekonomi secara keseluruhan yang mempengaruhi semua sekuritas yang ada.
Apabila fluktuasi return suatu sekuritas mengikuti fluktuasi return pasar, maka beta sekuritas tersebut bernilai 1. Beta bernilai 1 berarti bahwa risiko sistematis suatu saham sama dengan risiko pasar.
Fama dan French, meneliti pasar modal USA untuk periode 1963-1990, menemukan bahwa beta memiliki sedikit kemampuan untuk menjelaskan keuntungan sekuritas. Mereka menemukan bahwa book-to-market ratio dan ukuran perusahaan (firm size) lebih signifikan menjelaskan keuntungan sekuritas.
Daripada melihat beta, lebih baik melihat book-to-market ratio dan ukuran perusahaan sebagai ukuran risiko. Risiko akan meningkat dengan meningkatkanya book-to-marke ratio dan menurun dengan semakin besarnya ukuran perusahaan.
Hasil penelitian Fama dan French ini menjadikan beta “mati.”



    1. Anomali Efisiensi Pasar
Apabila harga tidak bereaksi cepat terhadap informasi baru tetapi membutuhkan waktu lebih lama, maka keuntungan abnormal dapat terjadi.
Berbagai anomali pasar modal efisien:
         Teori prospek
         Post-Announcement Drift
         Rasio Keuangan
         Akrual


Dalam membahas pengujian pasar efisien, maka harus juga membahas tentang adanya ketidak-teraturan (anomali) yang ada yang terkait dengan hipotesis pasar efisien. Anomali di sini adalah salah satu bentuk dari fenomena yang ada di pasar. Pada anomali ditemukan hal-hal yang seharusnya tidak ada bilamana dianggap bahwa pasar efisien benar-benar ada. Artinya, suatu peristiwa (event) dapat dimanfaatkan untuk memperoleh abnormal return. Dengan kata lain seorang investor dimungkinkan untuk memperoleh abnormal return dengan mengandalkan suatu perisitiwa tertentu.
Anomali yang ada, tidak hanya ditemukan pada satu jenis bentuk pasar efisien saja, tetapi ditemukan pada bentuk pasar efisien yang lain. Artinya, bukti empiris adanya anomali di pasar modal muncul pada semua bentuk pasar efisien, walaupun kebanyakan ditemukan pada bentuk efisien semi-kuat (semi strong). Pengujian berbasis ada tidaknya anomali menggunakan model pendekatan uji ke belakang (back
tested method). Pada model pendekatan ini peneliti melakukan pengujian untuk menjawab pertanyaan bagaimana harga historis (hystorical price data) bergerak (berubah) sebagai konsekuensi dari adanya kejadian atau pengamatan. Untuk kuatnya suatu pernyataan atau bukti akan adanya anomali pasar, perlu adanya dukungan yang tidak sedikit. Artinya, beberapa penelitian harus memiliki kesimpulan yang tidak jauh berbeda satu sama lain.
Dalam teori keuangan, dikenal sedikitnya empat macam anomali pasar. Keempat anomali tersebut adalah anomali perusahaan (firm anomalies), anomali musiman (seasonal anomalies), anomali peristiwa atau kejadian (event anomalies), dan anomali akuntansi (accounting anomalies).

  1. Alasan Lain yang Mendukung Pendekatan Pengukuran
Mengapa measurement perspective mengusulkan untuk memasukkan informasi yang bernilai lebih relevan (more value-relevant information) dalam laporan keuangan pokok, padahal teori pasar modal efisien berimplikasi bahwa catatan kaki dan pengungkapan lain sudah cukup?
Berdasarkan information perspective, historical cost digunakan sebagai basis akuntansi dan mengandalkan pengungkapan penuh untuk meningkatkan manfaat informasi akuntansi bagi investor. Bentuk pengungkapan tidak penting, yang penting adalah bahwa diasumsikan banyak rational investor dan informed investor yang bereaksi cepat terhadap informasi akuntansi. Riset empiris tentang efisiensi pasar modal telah mengkonfirmasi bahwa setidaknya informasi laba bermanfaat bagi pasar.
Akan tetapi, ada berbagai pertanyaan berkaitan dengan information pespective, seperti (1) laba hanya direaksi oleh pasar sebesar 2% - 5%, (2) pasar modal mungkin tidak seefisien yang diduga, dan (3) tuntutan tanggungjawab hukum oleh masyarakat terhadap akuntan meningkat. Ketiga alasan tersebut mendasari adanya kemungkinan bahwa measurement perspective dapat meningkatkan relevansi informasi akuntansi tanpa mengabaikan reliabilitas informasi akuntansi tersebut.
Dari sisi riset empiris, informasi laba hanya mampu menjelaskan sangat kecil tentang harga sekuritas. Lev (1989) menemukan bahwa respon pasar terhadap berita baik atau berita buruk tentang earnings sangat kecil. Variabilitas keuntungan abnormal dalam narrow window hanya 2% sampai 5% yang dijelaskan oleh informasi earnings, sisanya diakibatkan oleh faktor lain selain perubahan earnings.
Menurut Lev, rendahnya respon pasar terhadap earnings disebabkan oleh earnings quality yang rendah. Collins, Kothari, Shanken, dan Sloan (1994) menyatakan bahwa rendahnya reaksi pasar terhadap informasi laba disebabkan oleh keterlambatan historical cost; yaitu historical cost menunggu terlalu lama untuk mengakui suatu kejadian yang relevan. Hal ini menuntut perlunya perbaikan earnings quality dengan pengenalan perspektif pengukuran terhadap laporan keuangan.

  1. Ohlson’s Surplus Bersih Teory
Dari sisi teori pasar modal efisien, pasar modal mungkin tidak efisien seperti dalam teori efisiensi pasar modal. Investor memerlukan bantuan bagaimana implikasi informasi akuntansi terhadap prediksi keuntungan masa depan.
Hal ini diperkuat oleh Ohlson’s clean surplus theory yang menekankan bahwa peran utama laporan keuangan adalah dalam penentuan nilai perusahaan, bukan perspektif informasi di mana laporan keuangan sebagai salah satu sumber informasi. Teori ini menuntut ke arah perspektif pengukuran
  1. Auditor Legal Liability
Akuntan menghadapi risiko tuntutan hukum yang lebih besar apabila aktiva tetap dinyatakan terlalu tinggi dibandingkan apabila aktiva tetap dinyatakan terlalu rendah. Hal ini sesuai dengan prinsip konservatisme. Pengungkapan terhadap risiko (value at risk) juga berorientasi pada measurement perspective. Dalam hal ini, perusahaan (bukan investor) menyiapkan penilaian tentang risiko karena perusahaan lebih mengerti risiko yang mereka hadapi daripada investor. Pengungkapan risiko ini memiliki potensi yang besar dalam decision usefulness.
Akuntan dapat memproteksi diri dengan penggunaan measurement perspective dengan mengadopsi fair value seperti mark-to-market. Akuntan dapat secara eksplisit menjawab tuntutan hukum masyarakat dengan mengatakan bahwa laporan keuangan telah mengantisipasi perubahan nilai instrumen keuangan apakah akan mengarah ke kelangsungan hidup atau ke kebangkrutan. Dalam hal ini estimasi dan judgment banyak digunakan. Karena itu, akuntan dapat mengadopsi fair value hanya apabila dengan pengukuran tersebut reliabilitas informasi keuangan tidak berkurang.

Note :
bila tabel tidak tampak, bisa di download di :
http://www.4shared.com/file/Az_tIV6N/Teori_Kebermanfaatan_SCOTT_5_6.html