PARADIGMA METODOLOGI PENELITIAN
Paradigma penelitian
merupakan kerangka berpikir yang menjelaskan bagaimana cara pandang peneliti
terhadap fakta kehidupan sosial dan perlakuan peneliti terhadap ilmu atau
teori. Paradigma penelitian juga menjelaskan bagaimana peneliti memahami suatu
masalah, serta kriteria pengujian sebagai landasan untuk menjawab masalah
penelitian (Guba & Lincoln, 1988: 89-115). Secara umum, paradigma
penelitian diklasifikasikan dalam 2 kelompok yaitu penelitian kuantitatif dan
penelitian kualitatif (Indiantoro & Supomo, 1999: 12-13). Masing-masing
paradigma atau pendekatan ini mempunyai kelebihan dan juga kelemahan, sehingga
untuk menentukan pendekatan atau paradigma yang akan digunakan dalam melakukan
penelitian tergantung pada beberapa hal di antaranya (1) jika ingin melakukan
suatu penelitian yang lebih rinci yang menekankan pada aspek detail yang kritis
dan menggunakan cara studi kasus, maka pendekatan yang sebaiknya dipakai adalah
paradigma kualitatif. Jika penelitian yang dilakukan untuk mendapat kesimpulan
umum dan hasil penelitian didasarkan pada pengujian secara empiris, maka
sebaiknya digunakan paradigma kuantitatif, dan (2) jika penelitian ingin
menjawab pertanyaan yang penerapannya luas dengan obyek penelitian yang banyak,
maka paradigma kuantitaif yang lebih tepat, dan jika penelitian ingin menjawab
pertanyaan yang mendalam dan detail khusus untuk satu obyek penelitian saja,
maka pendekatan naturalis lebih baik digunakan. Hasil penelitian akan memberi
kontribusi yang lebih besar jika peneliti dapat menggabungkan kedua paradigma
atau pendekatan tersebut.
Penggabungan paradigma tersebut dikenal
istilah triangulation. Penggabungan kedua pendekatan ini diharapkan
dapat memberi nilai tambah atau sinergi tersendiri karena pada hakikatnya kedua
paradigm mempunyai keunggulan-keunggulan. Penggabungan kedua pendekatan
diharapkan dapat meminimalkan kelemahan-kelemahan yang terdapat dikedua
paradigma.
Pendekatan
Kuantitatif
Paradigma kuantitatif
menekankan pada pengujian teori melalui pengukuran variabel penelitian dengan
angka dan melakukan analisis data dengan prosedur statistik. Penelitian yang menggunakan
pendekatan deduktif yang bertujuan untuk menguji hipotesis merupakan penelitian
yang menggunakan paradigma kuantitatif. Paradigma ini disebut juga dengan
paradigma tradisional (traditional), positivis (positivist),
eksperimental (experimental), atau empiris (empiricist). Jenis
penelitian yang termasuk dalam paradigma penelitian kuantitatif
dibedakan berdasarkan tujuan penelitian dan
karakteristik masalah (Gambar1.1).
Berdasarkan tujuan,
penelitian dapat dibedakan atas: (1) penelitian dasar dan (2) penelitian
terapan. Prosedur yang digunakan yang digunakan oleh penelitian dasar dan
penelitian terapan secara substansi tidak berbeda. Keduanya menggunakan metode
ilmiah yang berguna membantu peneliti bisnis untuk mengetahui dan memahami
fenomena bisnis. Esensi dari penelitian, apakah itu penelitian dasar atau
terapan, terletak pada metode ilmiah. Secara teknis perbedaan kedua jenis
penelitian tersebut terletak pada tingkat permasalahan (matter of degree)
daripada substansinya itu sendiri.
Penelitian Dasar.
Penelitian dasar yang sering disebut sebagai basic research atau pure
research dilakukan untuk memperluas batas-batas ilmu pengetahuan.
Penelitian dasar ini tidak ditujukan secara langsung untuk mendapatkan
pemecahan bagi suatu permasalahan khusus. Penelitian dasar dilakukan
untuk memverifikasi teori yang sudah ada atau mengetahui lebih jauh
tentang sebuah konsep. Hal pertama sekali yang harus dilakukan dalam
penelitian dasar adalah pengujian konsep atau hipotesis awal dan kemudian
pembuatan kajian lebih dalam serta kesimpulan tentang fenomena yang diamati.
(wibisono, 2002: 4-5).
Penelitian dasar dibedakan atas pendekatan
yang digunakan dalam
pengembangan teori yaitu:
Penelitian deduktif, yaitu
penelitian yang bertujuan menguji teori pada keadaan tertentu.
Penelitian induktif, yaitu
penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan (generating) teori atau
hipotesis melalui pengungkapan fakta.
Penelitian Terapan.
Penelitian terapan berbeda dengan penelitian dasar, penelitian terapan
dilakukan untuk menjawab pertanyaan tentang permasalahan yang khusus atau untuk
membuat keputusan tentang suatu tindakan atau kebijakan khusus. Penggunaan
metode ilmiah dalam penelitian terapan menjamin objektivitas dalam mengumpulkan
fakta dan menguji ide kreatif bagi alternatif strategi bisnis. Penelitian
terapan dibedakan atas:
Penelitian evaluasi, yaitu
penelitian yang diharapkan dapat member masukan atau mendukung pengambilan
keputusan tentang nilai relatif dari dua atau lebih alternatif tindakan.
Penelitian dan pengembangan, yaitu
penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan produk sehingga produk tersebut
mempunyai kualitas yang lebih baik.
Penelitian tindakan, yaitu
penelitian yang dilakukan untuk segera digunakan sebagai dasar tindakan
pemecahan masalah.
Perbedaan antara penelitian dasar dan
penelitian terapan dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Berdasarkan karakteristik masalah, penelitian
dapat dibedakan atas:
Penelitian Historis, yaitu
kegiatan penelitian, pemahaman, dan penjelasan kondisi yang telah lalu. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui sebab atau dampak dari kejadian yang
telah lalu untuk menjelaskan fenomena yang terjadi sekarang atau untuk
memprediksi kondisi masa yang akan datang.
Penelitian Deskriptif, yaitu
pengumpulan data untuk menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan mengenai
status terakhir dari subyek penelitian.
Penelitian Kasus dan Lapangan, merupakan
penelitian dengan karakteristik masalah yang berkaitan dengan latar belakang
dan kondisi saat ini dari subyek yang diteliti, serta interaksinya dengan
lingkungan. Tujuan penelitian ini untuk melakukan secara mendalam mengenai
subyek tertentu untuk memberikan gambaran
yang lengkap mengenai subyek tertentu.
Penelitian Korelasional, adalah
penelitian yang bertujuan menentukan apakah terdapat asosiasi antarvariabel dan
membuat prediksi berdasarkan korelasi antarvariabel. Jika hubungan
antarvariabel cukup tinggi, kemungkinan sifat hubungannya merupakan sebab
akibat (causaleffect).
Penelitian Kausal-Komparatif, merupakan
tipe penelitian dengan karakteristik masalah berupa sebab akibat antara 2
variabel atau lebih. Penelitian ini merupakan tipe penelitian ex post facto.
Penelitian Eksperimen, merupakan
tipe penelitian dengan karakteristik masalah yang sama dengan penelitian kausal
komparatif, tetapi dalam penelitian eksperimen peneliti melakukan manipulasi
atau pengendalian (control) terhadap setidaknya satu variabel
independen.
Pendekatan Kualitatif
Paradigma kualitatif ini
merupakan paradigma penelitian yang menekankan pada pemahaman mengenai
masalah-masalah dalam kehidupan sosial berdasarkan kondisi realitas atau natural
setting yang holistis, kompleks, dan rinci. Penelitian yang menggunakan
pendekatan induksi yang mempunyai tujuan penyusunan konstruksi teori atau
hipotesis melalui pengungkapan fakta merupakan penelitian yang menggunakan
paradigma kualitatif. Paradigma ini disebut juga dengan pendekatan
konstruktifis, naturalistik atau interpretatif (constructivist, naturalistic
or interpretative approach), atau perspektif post-modern.
Gambar 1.2 memperlihatkan
klasifikasi penelitian kualitatif.
PERKEMBANGAN
PARADIGMA METODOLOGI PENELITIAN
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang demikian pesat serta tuntutan manusia untuk memperoleh kebenaran secara
lebih komprehensif, maka metodologi penelitian sebagai sebuah disiplin yang
bertujuan untuk memperoleh kebenaran juga mengalami pergeseran, khususnya pada
aspek epistemologis. Jika selama ini landasan paradigmatik penelitian
dikembangkan secara dikotomik dan tajam antara paradigma positivistik (yang
menjadi dasar metode penelitian kuantitatif) dan paradigma interpretif (yang
menjadi dasar metode penelitian kualitatif), maka sekarang mendikotomikan kedua
paradigma tersebut tidak lagi relevan. Sebab, kenyataannya, menurut Yusufhadi
Miarso (2005: 1), penelitian kuantitatif
dan kualitatif bisa dipakai secara
bersama-sama dalam satu proyek penelitian.
Tidak jarang penelitian kuantitatif memerlukan data
kualitatif untuk memperkuat penjelasannya, dan sebaliknya penelitian kualitatif
memerlukan data kuantitatif sebagai data pendukung. Misalnya, peneliti
kualitatif bidang pendidikan yang melakukan kajian terhadap menurunnya nilai Ujian
Nasional pada bidang studi tertentu tentu memerlukan data kuantitatif berupa
skor atau nilai ujian berupa angka.
Selain itu, hasil akhir penelitian kuantitatif yang
berupa angka perlu pemaknaan secara lebih mendalam dan spesifik secara
kualitatif. Sebaliknya, penelitian kualitatif yang berakhir dengan tesis atau
proposisi dan hanya berlaku dalam lingkup yang sempit dan spesifik perlu
diaplikasikan dalam lingkup yang lebih luas dengan menggunakan populasi. Karena
itu, paradigma interpretif tidak dilihat sebagai paradigma tandingan (counter
paradigm) terhadap paradigma positivistik, melainkan suatu paradigma lanjutan
atau (continuum paradigm). Karena tidak
lagi dipandang sebagai tandingan, maka paradigma interpretif bisa juga disebut
sebagai paradigma post-positivistik. Di luar kedua paradigma tersebut,
hermeneutika hadir sebagai paradigma dan sekaligus varian lain metode
penelitian kualitatif, khususnya untuk memahami teks secara lebih komprehensif.
Namun demikian, memahami secara komprehensif mengenai
landasan filsafat dan cara pandang masing-masing paradigma tetap sangat
penting.
Landasan filosofis masing-masing paradigma, terutama
dari aspek sejarah kelahirannya, dan cara memandang dan memperoleh kebenaran
Positivistik
1. berasal
dari tradisi ilmu alam dan ilmu eksakta, dipelopori oleh filsuf Perancis,
August Comte, (1798-1875).
2. dimulai
dari teori/hipotesis.
3. dunia
dipandang sebagai sesuatu yang sudah tertata secara sistematik, terpola dan
obyekif.
4. bertujuan
untuk memperoleh generalisasi dengan cara mencari hubungan antar-variabel
5. diperlukan
populasi, sampel, variabel, dan uji validitas instrument.
6. kebenaran
yang dicari adalah sesuatu yang telah ada.
7. research,
yang artinya mencari kembali, logikanya sesuatu yang dicari itu telah ada
sebelumnya.
8. karena
itu, tugas peneliti adalah menemukan kebenaran yang selama ini belum ditemukan
lewat proses deduktif .
9. penelitian
ini bersifat value-free. Artinya, peneliti tidak terikat dengan topik
penelitian. Misalnya, penelitian tentang “Pengaruh perubahan iklim terhadap
produkti-vitas pertanian”, peneliti tidak bisa mempengaruhi hasil penelitian
tersebut. Tugas peneliti adalah menjelaskan apa yang terjadi apa adanya secara
obyektif, sehingga peneliti disebut sebagai pengamat obyektif terhadap
peristiwa yang diteliti.
10. pengetahuan
merupakan kenyataan atau fakta yang dapat diverifikasi secara empirik dan dapat
diukur dalam angka melalui statistik.
11. tidak
mencari makna di balik sesuatu yang tampak.
12. yang
termasuk dalam paradigma ini adalah:
·
penelitian eksperimen
·
kuasi eksperimen
·
survei
·
penelitian korelasional
·
penelitian ex-post facto
·
sensus
Interpretif/Post-positivistik
1. berasal
dari tradisi ilmu sosial, khususnya sosiologi dan antropologi, yang diawali
oleh kelompok ahli sosiologi dari
“mazhab Chicago” pada tahun 1920-1930.
2. pada
tahun 1960 di Amerika dan pada 1970-an di negara-negara berbahasa Jerman,
paradigma interpretif mengalami kebangkitan
3. Sejak
saat itu, paradigma ini berkembang pesat, khususnya dalam ilmu sosial dan
humaniora
4. dunia
dipandang sebagai sesuatu yang tidak tertata dan terpola secara obyektif,
sehingga diperlukan pendekatan khusus untuk memahami setiap gejala yang muncul
5. tidak
seperti paradigma positivistik yang dimulai dari teori/hipotesis, paradigma
interpretif dimulai dari suatu fenomena yang selanjutnya didalami untuk
menghasilkan teori
6. tujuannya
ialah untuk memahami makna atas
pengalaman seseorang atau sekelompok orang dalam suatu peristiwa
7. pengalaman
bukan kenyataan empirik yang bersifat obyektif, melainkan pelajaran yang bisa
dipetik dari peristiwa yang dilalui seseorang
8. kebenaran
diperoleh lewat pemahaman secara holistik, dan tidak semata tergantung pada
data atau informasi yang teramati, melainkan pula mendasarkan pada informasi
yang tidak tampak dan digali secara rinci
9. akal
sehat (common sense) bisa menjadi
landasan mencari kebenaran
10. kebenaran
bersifat unik, dan tidak bisa berlaku secara umum dan diperoleh lewat proses
induktif
11. penelitian
ini bersifat value-bound, sehingga peneliti terlibat secara aktif bersama
subyek untuk memperoleh kebenaran
12. yang
termasuk dalam paradigma ini adalah:
·
penelitian etnografi
·
penelitian fenomenologi
·
studi kasus
·
grounded research
·
etnometodologi
·
studi teks
Hermeneutika
1. berasal
dari tradisi gereja sebagai metode eksegesis (penafsiran teks-teks agama) dan
kemudian berkembang menjadi “filsafat penafsiran” kehidupan sosial.
2. istilah
hermeneutika muncul pertama kali pada karya seorang teolog Jerman
bernama Johann Konrad Danhauer (1603-1666) berjudul : Hermeneutica
sacra, Sive methodus Eksponendarums Sacrarum Litterarum,
3. dikembangkan
oleh tokoh-tokoh mulai F.D.E. Schleiermacher ( 1768- 1834), Wilhelm Dilthey, Hans-Georg Gadamer, hingga
Paul Ricoeur, Jurgen Habermas, Jacques Derrida, Foucault, Lyotard, Baudrillard.
4. tujuannya
ialah memperoleh kebenaran dengan cara menafsirkan teks berdasarkan konteks yang sedang
berlangsung
5. pengkaji
hermeneutika harus memiliki pra-pemahaman atau prejudice atas obyek yang
dikaji, sehingga tidak mungkin untuk memulainya dengan pemikiran netral.
6. dunia
tidak dipandang sebagai sesuatu yang obyektif dan subyektif, melainkan hasil
interpretasi pengkajinya sesuai konteks yang sedang berlangsung
7. kebenaran
tidak bersifat analitik (seperti dalam paradigma positivistik) dan holistik
(seperti dalam paradigma interpretif), melainkan sintetik, yaitu memadukan
pendapat yang berlawanan secara dialektik.
8. pendekatannya
tidak deduktif dan induktif, melainkan sinkretik, yakni menggunakan berbagai
pandangan secara teoretik dan praktik dengan memasukkan aspek-aspek moral,
sosial dan politik. Seorang guru memberikan penilain akhir kepada muridnya
tidak hanya berdasarkan atas hasil ujian saja, melainkan juga perilaku
kesehariannya
9. kebenaran
diperoleh melalui penafsiran yang tidak memihak, walau diawali dengan
pra-pengetahuan atau prejudice.
10. kebenaran
merupakan sesuatu yang dapat diterima oleh semua pihak
11. studi
ini bersifat value-bound
12. ada
dua jenis aliran hermeneutika, yaitu:
·
hermeneutika intensionalisme ( di mana makna
teks diperoleh dari produsernya), dan
·
hermeneutika Gadamerian ( di mana makna teks
berada pada tangan pembacanya).
Mengikuti perkembangan metodologi penelitian menjadi
sangat penting bagi para peminat metodologi penelitian pada bidang apapun.
Paradigma positivistik dan post-positivistik serta hermeneutika masing-masing
tidak lagi dipandang sebagai tandingan atas yang lain, melainkan suatu kontinum
metodologis yang saling melengkapi dan bisa dipakai secara bersama-sama.
Dalam
perkembangan lebih lanjut, para peminat metodologi penelitian kini ditantang
untuk mendalami lebih jauh mengenai perspektif ideologi baru dalam penelitian
seperti paradigma post-modernisme, paradigma kritis atau refleksif, pendekatan
feminisme, pendekatan konstruktivisme, pendekatan Content Analysis, Discourse
Analysis, dan Critical Discourse Analysis. Belakangan para pengkaji teks juga
mengembangkan pendekatan Content Analysis yang positivistik menjadi Qualitative
Content Analysis yang lebih bersifat post-positivistik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar